REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pandemi Covid-19 membuat beberapa pengusaha travel wisata umroh dan haji khusus gulung tikar. Demi tetap bertahan ada juga pemilik travel mengalihfungsikan kantornya untuk usaha selain umroh.
"Beberapa travel yang sampai sekarang ini masih bertahan mau nggak mau harus melakukan pivot bisnis, ada gerakan switching umrohnya tetap masih dijalankan kantornya tetap buka, tetapi ada kegiatan lain ada kegiatan lain selain umroh," kata pemilik travel Taqwa Tours Rafiq Jauhari saat berbincang dengan Republika.co.id Selasa, (7/7).
Rafiq menuturkan, langkah pertama utuk bertahan dari kebangkrutan Taqwa Tours yang berkantor pusat di daerah Magelang adalah menekan oprasional kantor pemasarannya di Temangung dengan cara menutup kantor. Kantor di Temanggung ini merupakan kantor pemasaran Taqwa Tours.
"Akhirnya kantor yang di Temanggung terpaksa saya tutup yang saya gunakan hanya yang Magelang saja," katanya.
Jadi kata dia pertama yang harus dilakukan agara perusahaan tidak mengeluarkan banyak oprasional adalah mengurangi semaksimal mungkin pengeluaran. Oprasional sebisa mungkin tidak keluar demi perusahaan tetap hidup selama Covid-19.
"Semua operasional saya tekan mau nggak mau. Pertama langkah yang harus dilakukan travel agar bisa bertahan dalam kondisi seperti ini pertama harus menekan operasional," katanya.
Ia mencontohkan, yang biasanya pimpinan Taqwa Tours melakukan promosi dengan mengunjungi alumni-alumni jamaah umroh Taqwa Tours ditiadakan. Intinya semua aktivitas yang mengeluarian banyak biaya tanpa ada pemasukan ditiadakan karena akan menambah beban.
"Apapun yang bisa dilakukan mulai dari jadwal kunjungan ke rumah jamaah atau mungkin operasional di dalam kantor seperti listrik seperti apapun itu dikurangi seminimal mungkin," katanya.
Saat ini kata dia, hampir semua travel umroh dan haji khusus tidak kuat lagi mengeluarkan biaya oprasional perusahaan. Untuk itu ada sebagian pemilik travel terpaksa merumahkan sebagaian karyawannya.
"Salah satu teman saya itu 75 persen karyawannya dirumahkan," katanya.
Rafiq mengaku tak mengetahui dirumahkannya itu apakah dia masih digaji atau tidak dan ia memperkirakan mereka tidak mendapat gaji. Menurut dia hal itu sangat wajar karena perusahaan tidak ada pemasukan dari umrah.
"Dan harus seperti itu banyak terjadi rata-rata travel tidak mampu bertahan dan nggak masuk akal juga kalau kemudian memberikan gaji karyawan kalau tidak ada pekerjaan sama sekali," katanya.
Rafiq menceritakan ada kantor travel umroh dan haji miliki temannya yang hanya memperkerjakan karyawannya satu orang. Sebelumnya kantor ini memiliki karyawan tujuh orang untuk bekerja pada kondisi perusahaan normal.
Kantor yang berlokasi di Yogyakarta ini menugaskan satu karyawannya bekerja hanya untuk membuka dan menutup kantor setiap harinya. Itu juga dengan gaji yang telah dikurangi 50 persen.
"Kemudian karena masuknya hanya seminggu sekali sebulan hanya 4 kali masuk tiap karyawan itu maka gajinya dikurangi ada yang pemotongan gaji sampai 50 persen," katanya.