Senin 10 Aug 2020 04:31 WIB

Akankah Muslim Khasmir Susul Nasib Warga Palestina?

Nasib Muslim Khasmir yang terancam

Muslimah Khasmir dan tentara India.
Foto: theleaflet.in
Muslimah Khasmir dan tentara India.

REPUBLIKA.CO.ID, Inilah kisah kepapaan Muslim di Kashmir India hari terakhir ini. Daerah sejuk dengan pemandangan indah di kaki kawasan Gunung Himalaya ini terus nestapa. Wilayah ini terus jadi rebutan banyak negara. Tak hanya India dan Pakistan yang dari dahulu ikut mengklaim tanah ini wilayhnya, China pun akhir-akhir ini ikut mendakunya.

Sementara warga Khasmir sendiri ingin merdeka. Terlepas dari siapapun. Akibatnya, kini kerapkali muncul konflik berdarah. Rakyat kian menderita saja, terjepit dari segala arah. Ibarat pepatan, ketika para gajah bertarung pelanduk yang mungil ikut meregang nyawa. Tapi hanya wilayahnya dan eksistensinya yang melawang, jiwa pun meminta pamit dari raha.

Kali ini kami kutipkan soal keadaan di Kashmir yang terbaru. Tulisan ini kami kutip dari opini laporan reporter di The Associated Press, Srinagar, pada Selasa 4 Agustus 2020 lalu.

Tulisannya yang juga dilansir Al Arabiya dengan tajuk:'India’s Kashmir residency law amplifies demographic fears a year into revocation', selengkapnya begini:

 

----------------

Selama hampir satu abad, tidak ada orang luar yang diizinkan membeli tanah dan properti di Kashmir yang kini dikuasai India.

Namun ttu berubah pada 5 Agustus tahun lalu ketika pemerintah nasionalis Hindu India yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi melucuti kekuasaan semi-otonom negara bagian Himalaya ini. Dia menurunkan status Khasmir menjadi wilayah yang diperintah secara federal. Ia juga membatalkan hak khusus turun-temurun yang telah lama dipegang penduduk asli atas kepemilikan tanah dan pekerjaan di wilayah yang disengketakan itu.

How to reach Kashmir | Kashmir by Road, Train And Air | Best Way ...

Sejak itu, India memang telah membawa banyak perubahan melalui undang-undang baru yang berakibat pada warga Khasmir. Mereka sering direkrut oleh birokrat tanpa landasan demokrasi dan banyak menimbulkan kebencian dan kemarahan rakyat di kawasan itu. Akibatnya, banyak di antaranya menginginkan kemerdekaan dari India atau penyatuan dengan Pakistan. Yang pasti, setahun ini, banyak hal berubah dengan cepat di lapangan.

Di bawah undang-undang baru, pihak berwenang telah mulai menerbitkan "sertifikat domisili" untuk orang India dan non-penduduk, yang memberikan mereka hak untuk tinggal dan mendapat pekerjaan di pemerintah. Banyak warga Kashmir memandang langkah tersebut sebagai awal dari kolonialisme pemukim yang bertujuan untuk merekayasa perubahan demografis di satu-satunya wilayah mayoritas Muslim di India.

Di tengah ketakutan yang meningkat, para ahli menyamakan pengaturan baru itu dengan kondisi yang terjadi di Tepi Barat Palestina atau Tibet, yang terbagi dengan pemukim - bersenjata atau sipil -- Ada warga yang tinggak di kompleks yang dijaga di antara penduduk setempat yang dicabut haknya. Mereka mengatakan perubahan itu akan membuat wilayah itu menjadi semacam wilayah koloni.

“Mengingat sejarah intervensi negara India di Kashmir, ada upaya untuk menghancurkan identitas budaya lokal dan khas Kashmir dan secara paksa mengasimilasi Muslim Kashmir ke dalam pemerintahan Hindu, India,” kata Saiba Varma, asisten profesor antropologi budaya dan medis di Universitas California, San Diego.

Padahal di masa lalu, hak tinggal telah diperkenalkan pada tahun 1927 oleh raja Hindu Kashmir, Hari Singh. Tujuannya untuk menghentikan masuknya orang luar di bekas negara itu. Sejarawan mengatakan maharaja Sing membawa hak kepemilikan tanah atas desakan orang Hindu Kashmir yang kuat. Mereka terus berada di bawah kekuasaan India setelah 1947, sebagai bagian dari status khusus Kashmir.

Undang-undang baru, yang diperkenalkan pada Mei di tengah penguncian karena pandemi virus corona, memungkinkan setiap warga negara India yang telah tinggal di wilayah itu tahu diri. Ini setidaknya mereka telah selama 15 tahun atau telah belajar selama tujuh tahun mengikuti ujian tertentu untuk menjadi penduduk tetap tinggal di Jammu-Kashmir.

Pemerintah India memastikan prosesnya berjalan cepat. Bahkan telah siap memberlakukan denda 50.000 rupee ( 670 dolar AS) yang akan dipotong dari gaji pejabat mana pun di wilayah yang menunda proses tersebut.

Mereka yang menerima sertifikat domisili termasuk pengungsi Hindu dari Pakistan setelah perpecahan berdarah tahun 1947 di anak benua itu. Tragisnya para tentara Gurkha dari Nepal yang pernah bertugas di tentara India, birokrat luar yang bekerja di wilayah tersebut dan beberapa komunitas Hindu yang terpinggirkan ikut juga terkena dampak. Bahkan penduduk asli harus melamar tempat tinggal, jika tidak mereka berisiko kehilangan pekerjaan pemerintah dan tunjangan kesejahteraan.

"Kini telah sekitar 400.000 orang telah diberikan sertifikat domisili dalam lebih dari sebulan.'' kata  Pawan Kotwal, seorang pejabat tinggi India dikutip sebelumnya oleh The Tribune, harian berbahasa Inggris India utara. Pejabat ini belum mengatakan berapa banyak dari mereka adalah penduduk setempat dan umumnya mereka tidak berkomentar tentang proses tersebut.

Navin Kumar Choudhary, seorang birokrat senior dari negara bagian Bihar timur, adalah orang luar terkenal pertama yang mendapatkan tempat tinggal pada 26 Juni. Sementara warga Kashmir terkejut saat foto Choudhary yang menampilkan sertifikat menjadi viral di media sosial. Adanya situsi ini banyak orang di Jammu bagian selatan yang mayoritas beragama Hindu bersukacita.

Gharu Bhatti, seorang aktivis yang bekerja untuk kesejahteraan umat Hindu dari kasta rendah di Jammu, mengatakan bahwa undang-undang tersebut mengakhiri "perbudakan" mereka. Orang tua Bhatti termasuk di antara sekitar 270 pekerja kesehatan yang dibawa oleh pemerintah ke Jammu dari negara bagian tetangga Punjab pada tahun 1957 bahagia tinggal di Khasmir. "Apalagi semenjak itu, jumlah mereka meningkat menjadi hampir meniadi sekitar 7.000 prang, kata Bhatti, yang termasuk di antara beberapa puluh orang pertama dari komunitasnya yang mendapatkan tempat tinggal di wilayah tersebut.

In Kashmir, a Year of Exploding Memories

“Sekarang anak-anak kita punya masa depan. Mereka bisa menjadi apapun yang mereka inginkan. Kami akan memiliki pilihan untuk dibuat sekarang, ”katanya lagi.

Meski begitu, beberapa kelompok Hindu di Jammu membenci aturan itu. Mereka malah mengungkapkan kekhawatiran kehilangan pekerjaan dan bisnis dari orang luar Khasmir. Ini karena pihak berwenang pernah menyebut hak tinggal baru itu sebagai langkah terlambat untuk mendorong pembangunan ekonomi yang lebih besar dengan membuka wilayah tersebut untuk investasi luar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement