Selasa 11 Aug 2020 21:03 WIB

Puskes Haji dan WHO Susun Materi Manasik Jamaah Risti

Sebanyak 67 persen jamaah haji Indonesia merupakan jemaah haji dengan risiko tinggi.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan World Health Organization (WHO) menyusun materi manasik kesehatan haji
Foto: istimewa
Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan World Health Organization (WHO) menyusun materi manasik kesehatan haji

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan World Health Organization (WHO) menyusun materi manasik kesehatan haji untuk penyelenggaraan kesehatan haji tahun 2021. Materi ini sebagai pedoman teknis pembinaan kesehatan bagi jamaah haji resiko tinggi (Risti).

"Kegiatan ini merupakan kolaborasi Pusat Kesehatan Haji dengan World Health Organization (WHO)," kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Eka Jusup Singka saat membuka pertemuan Pembinaan dan Pengendalian Faktor Resiko Kesehatan Haji, Selasa (11/8).

Eka mengatakan, kegiatan ini dalam rangka persiapan penyelenggaraan kesehatan haji di Indonesia dan Arab Saudi tahun 2021, maka perlu ada materi pembinaan, pengendalian faktor resiko kesehatan bagi jamaah risti.

"Untuk itu kami perlu menyusun petunjuk teknis, pembinaan kesehatan bagi jamaah haji resiko tinggi (risti), sebagai salah satu pengembangan materi edukasi bagi jamaah haji," ujarnya.

 

Eka menuturkan, berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (Siskohatkes), hampir setiap tahun sekitar 60 sampai 67 persen dari total jamaah haji yang berangkat ke Tanah Suci, tergolong dalam kelompok risti. Jika tidak dikelola kesehatannya, kelompok risti ini dapat membahayakan keselamatannya dalam menjalankan ibadah. "Sebanyak 67 persen jamaah haji Indonesia merupakan jemaah haji dengan risiko tinggi (Risti) terhadap masalah-masalah kesehatan," katanya.

Menurutnya, jamaah risti kebanyakan memiliki penyakit degeneratif, metabolik dan kronis. Setiap tahunnya, jamaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung, pernapasan, ginjal, metabolik, dan hipertensi.

"Namun demikian, dilain pihak ancaman penyakit-penyakit yang diperoleh di Arab Saudi (risiko eksternal seperti heat stroke, MERS-CoV, Ebola, Zika dan meningitis dan Covid-19 merupakan penyakit yang perlu diwaspadai, karena selain berpotensi sebagai wabah juga memiliki fatalitas yang tinggi," katanya.

Untuk itu pemerintah harus lebih aware dalam aspek kesehatan yang terintegrasi dengan pelayanan umum, konsumsi, akomodasi dan transportasi. Kesemuanya harus utuh dalam paket pelayanan bagi jamaah haji Indonesia yang 67 persen merupakan jemaah haji risti. 

Oleh sebab itu Puskeshaji terus berusaha agar penyelenggaraan haji di masa mendatang dapat berjalan dengan baik tanpa menurunkan kualitas pelayanan secara utuh kepada Jemaah Haji.  Di masa pandemi Covid-19 ini Pusat Kesehatan haji telah melakukan lima pendekatan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di antaranya.

Pertama membuat pola penyuluhan kesehatan bagi jqmaah haji berbasis virtual. Kedua membuat sistem pelatihan e-learning bagi pengelola kesehatan haji di kabupaten kota, provinsi bahkan para calon petugas yang akan brkt ke Saudi.

Ketiga melakukan kajian surveilan epidemiology kesehatan haji yang didalamnya ada hasil kajian-kajian berbasis analisa penyakit menular, penyakit tidak menular. Bahkan ada hasil survelian lingkingan yang memungkinkan terjadinya penyakit-penyakit yang dapat mengganggu aktifitas perhajian secara umum.

Keempat, meningkatkan pola koordinasi dengan semua pihak dalam penyelenggaraan haji. Kelima, menyiapkan protokol kesehatan haji untuk diterapkan jika haji akan dilaksanakan pada tahun mendatang. "Maka dari itu Kesehatan haji harus lebih dibumikan lagi di instansi Pendidikan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement