REPUBLIKA.CO.ID, oleh : Agam Gumawang*)
Setelah sekian lama pandemi COVID-19 melanda Indonesia, pemerintah pun akhirnya memutuskan untuk memulai era new normal. Periode ini adalah saat masyarakat memulai hidup normal seperti biasa namun tetap menjalankan protokol kesehatan yang sudah disepakati sampai ditemukannya vaksin untuk menangkal virus corona. Selain itu, new normal ini diharapkan dapat memulihkan kembali perekonomian yang sempat terpuruk sebagai dampak dari penyebaran virus corona.
Dengan dimulainya era new normal, masyarakat pun makin meningkatkan usahanya untuk mempertahankan daya tahan tubuh. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengkonsumsi suplemen makanan yang berkhasiat untuk meningkatkan kerja sistem imun. Suplemen adalah produk yang berfungsi sebagai pelengkap makanan berupa tablet, pil, kapsul lunak ataupun cairan yang mengandung satu atau beberapa vitamin, mineral, herbal, asam amino, asam lemak, dan serat.
Dengan mengkonsumsi suplemen sesuai dosis yang dianjurkan, konsumen pun mendapatkan manfaat kesehatan yang diinginkan. Tetapi, sebagai konsumen muslim yang jeli, informasi kehalalan produk suplemen yang akan dikonsumsi menjadi prioritas terpenting yang wajib diketahui. Di samping itu, perkembangan teknologi produksi suplemen makanan mengakibatkan status kehalalan suplemen menjadi syubhat (meragukan).
Salah satu contoh yang diragukan kehalalannya adalah suplemen zat besi. Beberapa produsen impor menggunakan Heme Iron Polypeptide (HIP) sebagai bahan baku suplemen zat besi karena diklaim menunjukan tingkat penyerapan di dalam tubuh dengan sangat baik. Sedangan Heme Iron Polypeptide sendiri adalah hasil hidrolisis hemoglobin darah babi atau sapi yang mengandung zat besi lebih dari 1%. Hemoglobin darah pun sudah jelas keharamannya untuk dikonsumsi. Kemudian, beberapa vitamin bersifat tidak stabil selama penyimpanan. Oleh karena itu diperlukan coating agent untuk melindungi vitamin dari berbagai reaksi kimia yang dapat menghilangkan khasiatnya. Salah satu coating agent yakni berbahan gelatin. Kehalalan gelatin tergantung dari sumber bahannya, bisa berasal dari kulit/ tulang sapi, kulit babi, atau pun kulit ikan. Meskipun berasal dari kulit/tulang sapi, harus dikaji secara mendalam mengenai proses penyembelihannya apakah secara syar’i atau tidak.
Beberapa konsumen pun mengkonsumsi suplemen yang mengandung enzim pencernaan untuk memelihara kesehatan saluran pencernaan. Namun, perlu memperhatikan kehalalan sumber enzim pada suplemen tersebut, seperti amilase, protease, lipase, dsb. Enzim secara alamiah bersumber dari hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Pastikan bila bersumber dari hewan adalah hewan yang halal. Bila bersumber dari mikroorganisme perlu dikaji media pertumbuhan mikroorganismenya apakah mengandung komponen dari babi atau turunannya.
*) Penulis adalah Auditor Halal LPPOM MUI DKI Jakarta dan Koordinator Auditor tahun 2016