REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menatap optimis tahun 2021 karena meyakini haji dan umrah kembali dibuka untuk umum. Dengan demikian roda perekonomian di sektor tersebut dapat kembali bergeliat.
Sekjen Amphuri Firman M Noor menangkap sinyal haji dan umrah berpeluang dilaksanakan lagi secara normal. Hal ini mengacu pada kerajaan Arab Saudi yang telah mengambil pelajaran pada musim haji 2020.
Pelaksanaan haji tahun ini terbilang sukses karena diklaim tak ada jamaah haji yang dilaporkan mengalami covid-19. Ini berarti protokol kesehatan yang diterapkan Saudi terbukti efektif.
"Ini adalah pencapaian besar, bahwa (tandanya) ibadah haji dan umrah dapat dilaksanakan," kata Firman saat dihubungi Republika, Rabu (26/8).
Firman juga memantau negara-negara maju terus berlomba menemukan vaksin covid-19. Ia meyakini penangkal covis-19 bisa segera diproduksi agar kegiatan dengan kerumunan seperti ibadah haji dan umrah tak lagi dipersoalkan. "Berikutnya saat ini telah dilaporkan bahwa vaksin covid-19 akan segera dirilis," ujar Firman.
Kemudian dari segi regulasi dan administrasi, Firman menyebut Saudi nampak mulai menyiapkan jika umrah diadakan kembali. "Sebagian persiapan telah dilakukan oleh muasasah visa Umrah di Saudi Arabia untuk dapat memenuhi prosedur administrasi operasional mereka," ujar Firman.
Atas dasar itu, Amphuri meyakini Saudi dapat segera membuka layanan umrah. "Walau pun dengan protokol pencegahan Covid-19 yang ketat, bersyukur jika umrah kembali diizinkan," lanjut Firman.
Diketahui, Kemenag mengumumkan tiga skema haji 2021. Skema pertama dengan asumsi ketika Covid-19 sudah tidak lagi ada. Berarti kondisi sudah normal dan kuota haji normal. Dalam kondisi tersebut, Kemenag memberangkatkan jamaah tahun 2020 terlebih dahulu. Sementara yang seharusnya berangkat tahun 2021 diundur pada tahun berikutnya, begitu seterusnya. Skema ini bisa berubah, jika Indonesia mendapatkan tambahan kuota jamaah haji.
Skema kedua dipersiapkan jika Covid-19 masih menyebar, namun pelaksanaan haji tetap berjalan. Untuk kondisi ini, Kemenag mempersiapkan jika terjadi pengurangan kuota. Kemenag mengasumsikan pengurangan kuota bisa mencapai 50 persen. Hal ini berdampak pada beberapa jamaah yang seharusnya berangkat, harus kembali rela waktu keberangkatannya diundur.
Skema ketiga disiapkan Kemenag jika wabah Covid-19 bertambah parah. Dengan kondisi tersebut, kemungkinan besar penundaan pemberangakatan jamaah haji, seperti yang terjadi tahun ini.