REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Masjid bersejarah banyak terdapat di kota suci Makkah. Salah satunya adalah Masjid al-Jin.
Terletak di sebelah kiri naik ke pekuburan Ma'la di samping jembatan penyeberangan. Jika dari Masjidil Haram hanya berjarak sekitar 1,5 kilometer saja.
Lokasi tempat Masjid Jin berada adalah daerah pemondokan jamaah haji Indonesia. Bagi mereka yang pemondokannya di kawasan Ja'fariyah, pasti selalu melintasi Masjid Jin sebelum atau sesudah dari Masjidil Haram.
Dinamakan masjid Jin karena di sanalah dahulu Nabi Muhammad SAW menulis surat ke Ibnu Mas'ud ketika menerima rombongan jin yang ingin mambai'at Nabi, setelah sebelumnya mereka pernah bertemu dengan Nabi di Nakhlah dalam perjalanan pulang dari Thaif pada tahun ke-10 kenabian. Ketika itu, setelah Rasulullah membacakan ayat suci Alquran kepada para jin, mereka pun mengimani Allah dan kerasulan Muhammad SAW.
Umat Muslim juga mengenalnya dengan nama Masjid al-Haras. Ukuran bangunannya sedang saja, tidak terlalu besar. Tapi bentuknya cukup indah, berarsitektur modern, serta dilengkapi sebuah menara yang tidak terlalu tinggi. Warna tembok kecoklatan. Sementara, di depan mesjid terdapat beberapa tangki berisi air Zamzam untuk minum para pengunjung.
Bangunan masjid yang kini berdiri merupakan hasil renovasi terakhir pada lima tahun lalu atau pada tahun 1421 Hijriyah. Bangunan masjid tersebut termasuk salah satu bangunan yang dipelihara oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi.
Masjid bercat krem ini tampak menarik dengan dinding berhias keramik warna cokelat. Masjid semakin indah dengan kusen jendela berwarna biru dan di lantainya terhampar karpet bercorak garis-garis warna abu-abu.
Lampunya terang dengan bentuk lampu yang indah. AC-nya pun sangat sejuk. Di atap masjid bagian kubah dihias dengan tulisan kaligrafi Alquran Surat Al Jin ayat 1-9.
Dalam Asbabun Nuzul (sebab turun)-nya, ayat tersebut diturunkan kepada Nabi Muhammad terkait pertemuan Rasulullah bertemu jin di tempat ini.
Masjid ini berlantai tiga. Lantai basement digunakan untuk tempat wudhu dan toilet, lantai satu untuk tempat shalat jamaah pria dan lantai dua tempat shalat jamaah wanita. Karena berlokasi di tengah kawasan pemondokan jamaah dan pertokoan, maka masjid ini pun selalu penuh ketika tiba waktu shalat fardlu.
Para jamaah berasal dari Turki, India, Afganistan, Pakistan, Bangladesh dan Indonesia yang berusia lanjut dan tinggal di daerah ini biasanya menggunakan masjid ini untuk shalat Zuhur dan Ashar. Karena itu, tak jarang akibat tak sanggup menampung jamaah yang telah memenuhi ruangan dalam, sebagian mereka harus shalat di halaman luar masjid.
Setiap datang musim haji, biasanya pengurus masjid mengadakan kegiatan taklim dan siraman rohani. Mereka mendatangkan sejumlah ustadz, baik yang merupakan imam masjid, serta ustadz dari Makkah maupun Madinah. Secara bergantian, mereka mengisi ceramah taklim yang dilakukan pada ba'da dzuhur atau ba'da Maghrib.
Karena merupakan peninggalan sejarah yang sangat penting bagi umat Islam, maka di sela kegiatan haji atau umroh, jamaah dari seluruh dunia kerap menyempatkan diri untuk melihat dari dekat masjid tersebut.
Tapi, banyak rombongan jamaah haji berkebangsaan Turki, Malaysia, dan Indonesia yang ingin melihat masjid itu, tampak kecewa karena tidak dapat masuk karena pintu terkunci tanpa ada penjaganya. Ini lantaran masjid Jin memang baru dibuka untuk umum saat waktu shalat seperti waktu Zuhur, Ashar, Magrib, Isya dan Subuh.
Untuk menuju ke Masjid Jin ini, tidaklah sulit. Jamaah yang berangkat dari titik awal depan pintu Babussalam Masjidil Haram, tinggal menggunakan taksi atau jalan kaki ke arah Ja'fariyah melewati Pasar Seng dan melewati bawah jembatan layang. Dari persimpangan, tetap jalan lurus karena tak berapa lama lagi akan menemukan Masjid Jin yang di sekitarnya diramaikan toko-toko penjual aneka barang.
*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Selasa, 19 Desember 2006