REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja sudah memudahkan ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Pemeriksa Produk Halal (LPH).
Hal itu dilakukan untuk memudahkan pelaku usaha, termasuk skala mikro, kecil, dan menengah untuk mengurus sertifikasi halal produknya. "Karena Lembaga Pemeriksa Halal itu bisa diserahkan kepada semua Lembaga Pemeriksa Halal. Dan itu bisa memudahkan kepada pelaku-pelaku usaha," kata Supratman dalam rapat Panitia Kerja RUU Cipta Kerja yang disaksikan secara daring di Jakarta, Senin (28/9).
Ketentuan mengenai Pemeriksaan Produk Halal sebelumnya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Dalam RUU Cipta Kerja, ketentuan terkait itu dimasukkan dalam klaster kemudahan perizinan usaha.
RUU Omnibus Law Cipta Kerja mencabut sejumlah ketentuan yang menempatkan Majelis Ulama Indonesia sebagai penentu (dalam UU Jaminan Produk Halal), misalkan penentu pemberian sertifikasi auditor yang diatur dalam Pasal 14 pada UU JPH.
Disebutkan dalam Pasal 14 UU JPH mengenai syarat-syarat pengangkatan auditor halal yaitu salah satunya memperoleh sertifikat MUI. Hal itu dinilai bisa menyebabkan adanya antrean panjang Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang belum bisa dilegalkan karena kekurangan tenaga auditor.
Dalam RUU Ciptaker, persoalan sertifikasi auditor itu akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah.
Sementara itu, anggota Baleg DPR RI Bukhori Yusuf menyampaikan pandangannya terhadap ketentuan yang memberikan kemudahan bagi UMKM dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut.
Menurut Bukhori, UMKM memang berhak memperoleh pembelaan yang nyata dari negara karena ikut memberikan andil besar dalam menopang perekonomian negara. Secara khusus, Ketua DPP PKS itu meminta agar tarif pengurusan sertifikat produk halal itu bagi UMKM dibebaskan (gratis) saja.
Ia pun mengusulkan agar keputusan untuk pembebasan tarif itu tidak perlu menunggu RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan dulu menjadi Undang-Undang. "Segera deklarasikan saja dibebaskan, lagipula nilainya tidak besar. Menteri Keuangan dan BPJPH segera usulkan supaya UMKM, khususnya kecil dan mikro, dibebaskan (tarif sertifikasinya) sekarang juga. Apabila UU existing (UU JPH) nanti diubah melalui Omnibus Law, nanti bisa direvisi,” kata Bukhori.
Ia mengatakan berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Keuangan, alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk sertifikasi halal sebanyak 3,7 juta Usaha Mikro Kecil yang tercatat di data Kemenkeu, setidaknya membutuhkan anggaran senilai Rp 12,5 Triliun.
Sedangkan biaya yang dibutuhkan oleh seorang pelaku usaha mikro kecil untuk kebutuhan sertifikasi tersebut sebesar Rp 3,4 juta (sudah termasuk LPH).