REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Laporan mendalam pertama tentang keterampilan film di Arab Saudi diterbitkan pada, Kamis (1/10). Dalam laporan tersebut diuraikan tentang keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk memperkuat dan menumbuhkan sektor industri film Arab Saudi di masa depan.
Dilansir di Saudi Gazette, Jumat (2/10), laporan "Saudi Film Skills" oleh British Council ditugaskan untuk menilai lanskap industri film Saudi saat ini dan melibatkan survei 422 orang di sektor tersebut. Hal itu telah dilakukan sejak dua tahun setelah bioskop secara resmi diizinkan untuk dibuka pada tingkat komersial.
Survei diikuti oleh sebanyak 40 persen adalah pembuat film, diikuti oleh pelajar 30 persen, dan kru sebanyak 17 persen. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa Arab Saudi berpotensi memiliki lebih banyak film yang dibuat oleh orang Saudi, di Arab Saudi, tentang Saudi.
Ketika ditanya apa yang mereka rasakan sebagai keuntungan terbesar dari sektor film Saudi, 35 persen dari mereka yang disurvei mengatakan pemeran dan bakat di layar, diikuti oleh ketersediaan lokasi film 19 persen, dan potensi pasar dan permintaan penonton 17 persen merupakan faktornya.
Menurut laporan tersebut, terdapat potensi ekonomi yang luar biasa untuk film di Arab Saudi, dengan konsumen Saudi lebih suka menonton film yang menggambarkan budaya mereka sendiri. Adapun 93 persen dari semua perusahaan film Saudi membuat film secara lokal, dengan lebih dari sepertiga 39 persen dari sektor film berada di Riyadh, diikuti oleh 29 persen berada di kota-kota barat Jeddah dan Makkah.
Survei tersebut menemukan bahwa produser atau perusahaan film Saudi pada umumnya telah menghasilkan 12 produksi sejak awal, dan sebagian besar adalah produksi pendek. Film pendek menyumbang lebih dari setengah dari semua produksi 54 persen, diikuti oleh produksi web 30 persen, dan hanya empat persen adalah film fitur.
Sementara itu, terdapat pipeline produksi yang signifikan dengan 12 persen dalam pengembangan. Saat ini, streaming online sebanyak 77 persen, adalah bentuk distribusi film Saudi yang paling menonjol. Disusul dengan distribusi film di festival film sebanyak 46 persen, pemutaran dan penayangan pribadi sebanyak 25 persen, dan peer-to-peer sharing (11 persen).
Dari mereka yang disurvei, hanya tujuh persen yang ditayangkan di bioskop, diikuti oleh empat persen yang mendistribusikan melalui hiburan dalam pesawat. Di masa depan, mereka yang disurvei merasa bahwa streaming online dan layanan over-the-top adalah platform tontonan dengan peluang terbesar untuk film Saudi.
Yakni dengan dengan Netflix sebesar 50 persen yang memberikan peluang terbesar, diikuti oleh YouTube sebesar 39 persen, dan Shahid oleh MBC sebanyak 4 persen.
Ketika ditanya di mana mereka ingin bekerja, sebagian besar perusahaan yakni 71 persen menyatakan keinginan mereka untuk bekerja, bermitra, atau ikut memproduksi film di Timur Tengah dan Afrika Utara. Lokasi utama untuk produksi luar negeri mencerminkan kegiatan saat ini dan kemungkinan mencerminkan hubungan yang ada antara Mesir dengan Arab Saudi.
Hal ini diikuti oleh minat bekerja di Amerika Serikat sebanyak 59 persen dan Eropa sebanyak 43 persen. Di dalam industri, ada minat yang cukup besar untuk bekerja dengan sektor film Inggris Raya, dengan hampir sepertiga yakni 31 persen dari produser dan perusahaan film menunjukkan minat untuk bekerja dengan Inggris.
Adapun 72 persen dari mereka yang disurvei sangat tertarik untuk bermitra dengan Inggris, dengan produser dan perusahaan film Saudi yang menyoroti profesionalisme sektor Inggris, dan kekuatan mereka dalam praproduksi.
Dari mereka yang menyatakan minat untuk berkolaborasi dengan Inggris, hampir setengah yakni 47 persen merasakan manfaat terbesar dari berkolaborasi sebagai pengalaman industri film terkemuka di Inggris, diikuti oleh standar kerja internasionalnya sebanyak 21 persen.
Dalam hal tantangan, perbedaan budaya disebut sebagai masalah terbesar, diikuti oleh biaya perjalanan sebanyak 20 persen. Dari segi demografi, laporan tersebut menemukan bahwa sektor film dikarakterisasi oleh angkatan kerja kaum muda di bawah 30 tahun, yang mencerminkan populasi nasional.
Usia rata-rata semua responden adalah 26 tahun, dengan hampir tiga perempat yakni 72 persen responden berusia di bawah 30 tahun. Dari jumlah tersebut, sepertiganya yaitu 34 persen adalah perempuan. Motivasi perempuan yang bekerja di sektor ini bervariasi dari rekan laki-laki mereka.
Persentase perempuan sebanyak 51 persen yang bekerja di film lebih tinggi karena kecintaan mereka pada cerita visual dibandingkan dengan persentase laki-laki yakni 36 persen. Variasi terbesar mungkin adalah peluang keuangan yang mereka lihat di sektor ini, dengan hanya 2 persen wanita yang mengutip ini sebagai motivasi mereka, dibandingkan dengan 16 persen pria.
Namun, laporan tersebut menyoroti beberapa tantangan untuk Industri film Saudi. Hampir setengah dari responden yaitu 43 persennya merasa bahwa hambatan terbesar untuk menumbuhkan industri selama lima tahun ke depan adalah keuangan. Ini diikuti oleh pemeran yang terampil yaitu 13 persen dan akses ke pelatihan dan pendidikan film yang masih di angka 11 persen.
Banyak responden merasa bahwa perekrutan kru merupakan masalah yang signifikan bagi perusahaan film, dengan lebih dari separuh responden merasa kesulitan. Sebanyak 41 persen menyebutkan kekurangan keterampilan sebagai tantangan terbesar dalam perekrutan, diikuti oleh biaya tenaga kerja yaitu 38 persen dan kekurangan pelamar 13 persen.
Untuk peningkatan keterampilan di masa mendatang, 28 persen responden lebih memilih tenaga kerja untuk berlatih di Arab Saudi. Saat ini terbatas pada dua universitas wanita yakni Universitas Effat dan Universitas Dar El Hekma. Serta penyedia di luar seperti Akademi Film New York, dengan banyak mendapatkan pelatihan dan pengalaman kerja di negara lain termasuk di AS dan Inggris.
Dari semua siswa film yang disurvei, sebanyak 53 persen mengatakan mereka sangat mungkin mengejar karir di film. Berbicara tentang temuan dan laporan, Direktur British Council, Arab Saudi Eilidh Kennedy McLean, mengatakan bahwa British Council dengan senang hati mendukung Penelitian Keterampilan Film tersebut.
"Kami siap membantu memetakan kebutuhan keterampilan di Arab Saudi pada momen penting dalam budaya Kerajaan. Laporan ini memberikan sejumlah rekomendasi dan yang kami harap akan membantu mendukung peluang untuk pelatihan dan pengembangan lebih lanjut guna menghasilkan sektor film yang hidup dan sukses secara komersial," ujarnya.
Menurutnya, laporan ini juga akan memfasilitasi keterlibatan dengan organisasi di Inggris, mengidentifikasi peluang untuk kolaborasi dan kemitraan untuk lebih memungkinkan pengembangan sektor film Saudi, menciptakan peluang baru bagi pembuat film, pekerjaan baru, karier, dan peluang bagi generasi mendatang.
"Saya berterima kasih atas keterlibatan dan dukungan dari Kementerian Kebudayaan dan berharap dapat membangun kolaborasi ini dan menciptakan lebih banyak kemitraan dan peluang untuk Arab Saudi dan Inggris," ujarnya.
Penelitian Keterampilan Film Saudi dilakukan pada 2019 dan 2020 oleh Nordicity, sebuah perusahaan konsultan yang berspesialisasi dalam penelitian kebijakan dan strategi dan dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi berbasis bukti untuk program Budaya dan Olahraga British Council di Teluk.
Program ini berfokus pada pengembangan hubungan kolaboratif jangka panjang antara organisasi di Inggris dan di Teluk melalui dukungan kepada lembaga budaya, festival, dan acara publik. Secara khusus, program ini bertujuan untuk membagikan keahlian Inggris dalam industri kreatif dengan kaum muda di dunia Arab melalui program peningkatan kapasitas.