REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretaris Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Lutfi Hamid menanggapi pengesahan DPR terhadap RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang. Dia mengatakan, RUU Cipta Kerja memberikan dampak positif bagi para pelaku usaha untuk menyertifikasi halal produknya.
"UU Cipta Kerja itu memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dan UU itu juga tetap menjaga kehalalan produk yang beredar, yang fatwa halalnya ditentukan oleh MUI, tetapi registrasinya melalui BPJPH," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (6/10).
Selain itu, Lutfi juga mengatakan, ormas Islam pun bisa berperan dalam penetapan kehalalan produk melalui fatwa dengan mendirikan lembaga pemeriksa halal (LPH) yang diisi beberapa auditor halal. Dia menambahkan, di ormas Islam ada banyak ulama yang punya kompetensi dan layak mengeluarkan fatwa kehalalan suatu produk.
Pelaku usaha, tutur Lutfi, nantinya bisa memilih institusi untuk menelaah kehalalan produknya secara syariah. Karena itu, penetapan kehalalan produk tergantung pelaku usaha dalam memilih ormas Islam yang telah memiliki LPH untuk kemudian disertifikasi oleh LPH tersebut.
Setelah itu, Lutfi menyampaikan, barulah BPJPH mengeluarkan sertifikat halal atas produk tersebut. Ada perubahan pasal-pasal UU JPH dalam UU Cipta Kerja. Pada UU JPH, dalam melaksanakan kewenangannya BPJPH hanya bekerja sama dengan LPH dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sedangkan dalam RUU Cipta Kerja, aturan barunya adalah, 'Ormas Islam yang berbadan hukum' juga jadi pihak yang bisa diajak kerja sama oleh BPJPH. Dalam UU Cipta Kerja itu, ormas Islam dan MUI akan dilibatkan untuk mengeluarkan fatwa hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Dalam UU JPH, sidang fatwa halal itu hanya bisa dilakukan MUI.
"UU Cipta Kerja ini mendorong agar produk-produk yang beredar itu disertifikasi halal. Kita memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk lebih mudah. Itu prinsipnya. Jadi (UU Cipta Kerja) ini memberikan jaminan kehalalan suatu produk," tutur Lutfi.