REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Citra postif jamaah asal Indonesia kala tinggal di Arab Saudi untuk berhaji, umrah, belajar, atau aktivitas lainnya sudah ada dari zaman dahulu. Bahkan, warga Indonesia atas kemampuan penguasaan ilmunya mampu menjadi ulama bergengsi dan Imam di Masjidil Haram Makkah.
Kisah itu diceritakan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Citra positif itu dibuktikan dengan beberapa ulama besar asal Nusantara yang menjadi ulama di Makkah. Maka, dikenallah nama kondang, seperti Syekh Nawawi Al Bantani dan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Juga Syekh Junaid alBetawiy, Syekh Mahfud Termas, serta Syekh Yasin Padang. Sosok ulama ini masih harum di Arab Saudi hingga saat ini.
Selain kepribadian dan penguasaan ilmu agama yang tinggi para ulama-ulama asal nusantara tersebut memiliki wawasan kebangsaan yang sangat baik. Sikap ini diteladani dan dilanjutkan oleh para jamaah haji dan umroh asal Indonesia. “Mereka adalah contoh bagaimana orang Indonesia bisa menjadi terhormat, menjadi mufti, imam, atau ulama bahkan di Makkah dan di Masjid al Haram. Keduanya sangat penting dijadikan paradigma haji sebagai diplomasi positifnya Indonesia,” ujarnya.
Bermodal dengan itu, seiring keputusan Saudi yang saat ini mulai membuka ibadah umroh kembali, maka jelas bekal yang sangat baik untuk menyakinkan bila warga Indonesia kembali bisa melakukan umrah ke Tanah Suci.
"Alhasil, jangan sampai nama baik Indonesia yang sudah harum tersebut bisa tercoreng. Ini terutama karena Kementerian Agama tak bisa melakukan tugasnya dengan baik sehingga Indonesia tetap dimasukkan sebagai salah satu negara yang warganya dilarang melaksanakan umrah karena penanganan covid-19 secara domestik yang dinilai buruk. Semua modal yang baik harus bisa dimaksimalkan,'' katanya.
Seperti diketahui, mulai Oktober lalu Arab Saudi mulai membuka ibadah umrah secara bertahap. Jumlah jamaah masih dibatasi dan ketika jamaah hendak memasuki area Masjidil Haram pun diatur secara ketat dengan mentaati protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Yang bisa melakukan umrah pun baru berasal dari warga domestik Arab Saudi.
Bahkan, karena ketatnya aturan masuk ke Masjidil Haram penduduk Makkah sendiri juga mengeluhkannya. Ini karena tak peduli warga setempat atau jamaah umrah ketika hendak ke Masjidil Haram mereka harus mendapat izin yang diunggah melalui aplikasi dan memenuhi syarat-syarat kesehatan tertentu. Waktu masuk, lamanya berada di area masjidil haram, bahkan hingga jumlah jamaah juga diatur.
''Keadaannya belum leluasa. Cerita ini kami dengar langsung dari warga Makkah,'' kata pengusaha travel haji umroh Bina Wisata, Baluki Ahmad.