IHRAM.CO.ID, BERLIN -- Perjalanan seorang insan menuju Tuhannya berbeda-beda. Bagi Katrin, mualaf asal Jerman, awalnya adalah ketertarikan pada bacaan Alquran. Padahal, sebelumnya dia merasa biasa saja mendengar itu dari pelantang masjid.
Saat itu bulan Ramadhan dan Katrin belum memeluk Islam. Dia bercerita kepada laman About Islam bahwa dia sudah terbiasa mendengar pengajian selama sholat tarawih setiap malam. Sudah sekitar 10 tahun sampai waktu tersebut, dia tinggal dekat masjid.
Suara yang datang dari masjid awalnya tidak memengaruhi Katrin, yang bekerja di universitas dengan yang berbasis sebuah agama Non-Muslim. Dia dan suaminya yang juga bukan penganut agama Islam pun pernah tinggal di negara mayoritas Muslim, tak ada getaran yang terasa.
Katrin terus saja mendengarkan pembacaan Alquran, bahkan setelah Ramadhan berakhir. Lambat laun dia merasa Alquran memberikan kedamaian dan kepuasan bagi jiwanya. Dia tidak mengerti sepatah katapun, tapi kata-kata itu menenangkan pikirannya.
Sampai pada suatu malam yang tenang, dorongan untuk terhubung dengan bacaan Alquran yang indah menjadi sangat kuat. Dia ingin menjadi bagian dari orang-orang yang membaca dan mendengarkan Alquran. Katrin ingin kitab suci itu mengisi hidupnya.
"Dalam kesunyian malam, Allah membuka hati saya kepada-Nya. Saya duduk di lantai. Sendirian. Sendirian dengan Allah. Satu lawan satu dengan Allah. Dan melafalkan syahadat saya. Saya tidak memberi tahu siapapun selama dua tahun," ungkapnya.
Alasannya, Katrin takut hubungan barunya dengan Allah akan rusak dan ternoda oleh perkataan atau penilaian orang lain. Dia ingin relasi tersebut bertumbuh, menjadi kuat, menjadi begitu intens, sehingga tidak ada apapun yang bisa mengganggunya.
Dia berdoa secara diam-diam, belajar Alquran diam-diam di internet, mempelajari agama barunya lewat bacaan. Setelah dua tahun, Katrin merasa bahwa hubungannya dengan Allah tidak tergoyahkan, seakan penuh dengan cahaya-Nya.
Ketika itulah dia memutuskan untuk mulai belajar tentang Islam dengan seorang ustaz di sebuah sekolah agama. Setiap Sabtu dan Ahad, dia pergi menemui sang ustaz, belajar buku-buku agama tradisional, mempelajari dasar-dasar Islam.
Beberapa hal yang dia pelajari adalah bersuci sebelum sholat, tata cara menghadap Allah dalam ibadah, juga cara memperlakukan gurunya serta orang lain. Sayangnya, semua tekad Katrin tidak sejalan dengan sang suami.
Suami Katrin tidak ingin memeluk Islam. Katrin sudah berusaha meyakinkannya, bahkan lewat sesi konseling. Namun, sang suami tidak mau menerima Islam. Akhirnya Katrin meminta cerai dan pindah ke sekolah agama.
Tinggal dan belajar di sekolah Islam menghubungkan Katrin dengan banyak siswa lain. Banyak yang jauh lebih muda darinya, tapi mereka semua terkoneksi berkat cinta dan semangat pada agama Allah, serta keinginan mempelajari Islam.
Katrin belajar membaca Alquran, juga menghafalkan sebagian isinya. Setiap membaca kata baru dan mendapat pengetahuan baru, membuatnya merasa lebih dekat dengan Allah SWT. Sang mualaf juga tergerak untuk mengenakan hijab.
Selama di pesantren, dia mulai menutup auratnya. Berlanjut dengan kebiasaan yang sama di tempat kerja. Katrin bersyukur Allah membuka hati orang-orang di sekitarnya sehingga menerima keputusan, penampilan, dan kehidupan barunya.
Beberapa orang juga tertarik dengan cerita dan pengalamannya memeluk agama Islam. Katrin berujar, salah satu hal terindah dalam hidupnya sekarang adalah bisa ikut sholat berjamaah dan mendengarkan lantunan Alquran saat menjadi makmum.
"Pada saat-saat itulah saya merasakan anugerah luar biasa yang telah Allah berikan kepada saya dan kepada umat manusia. Alquran, saya rasa, adalah salah satu hadiah terbesar dari-Nya untuk kita," ucap Katrin.
Sumber Asli: https://aboutislam.net/reading-islam/my-journey-to-islam/the-recitation-of-quran-changed-my-life/
Konten Ini Merupkan Kolaborasi Ihram.co.id dengan Republika.co.id, dengan Link: https://republika.co.id/berita/qipna0430/10-tahun-dengar-alquran-katrin-akhirnya-jadi-mualaf