IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakapolri Komjen Pol (purn) Syafruddin berkesempatan melaksanakan umroh bersama Wakil Presiden RI ke-10 Jusuf Kalla pada Ahad (25/10). Melaksanakan umroh di tengah pandemi covid-19, menjadikan pengalaman tersendiri bagi Syafruddin.
"Sesampainya di Makkah kita menunggu sebentar, karena pelaksanaan umroh tidak seperti biasa, masuk langsung ke Masjidil Haram. Kali ini ada proses administrasi yang sangat ketat dan itu harus kami jalani," ujar Syafruddin melalui sambungan telepon, Selasa (27/10).
Syafruddin kemudian menuturkan bagaimana ia bisa bersama JK dan rombongan tiba di Makkah. Di mana saat itu hanya warga saudi dan pemukim di Saudi yang diizinkan melaksanakan umroh.
Syafruddin dan JK sebelumnya tengah menghadiri acara Sayed Award di Vatikan. Sepulang dari acara tersebut, Kerajaan Arab Saudi memberikan kesempatan kepada para delegasi acara Sayed Award dan pendirian museum Rosulullah, untuk menunaikan ibadah umroh.
"Rombongan kami mendapatkan kesempatan (umroh) tapi prosedur tetap dilakukan, jadi tidak sembarangan," ujar Syafruddin.
Syafruddin menuturkan, apabila dahulu pintu masuk Masjidil Haram yang berjumlah puluhan itu selalu terbuka lebar, namun suasananya sekarang sangat berbeda ketika ia datang. Di sana hanya ada dua pintu yang dibuka, yakni pintu untuk masuk dan pintu untuk keluar dari Masjidil Haram.
"Jadi proses masuk dibikin rute semacam sirke (melingkar)l, jadi tidak ada pertemuan jamaah dengan jamaah, jadi satu alur semuanya. Pintu masuknya satu dan pintu keluar juga satu. Pintu masuknya itu gerbang utama Masjidil Haram atau pintu Raja Fahd," kata Syafruddin.
Untuk menuju pintu masuk pun lanjut Syafruddin, harus melalui serangkaian pemeriksaan. Antreannya bahkan mengular hingga jalan raya.
"Dari jalan raya kita mulai pemeriksaan barkot, kita harus menunjukkan barkot yang ada di hp kita yang sudah terdaftar, terus discan oleh petugas, setelah cocok baru diizinkan masuk," ujarnya.
Tidak lupa kata dia, juga menyerahkan hasil tes swab yang tidak lebih dari 48 jam. Saat memasuki gerbang utama, meskipun satu delegasi namun tetap harus mematuhi aturan jarak jarak.
"Harus satu-satu, jaraknya tiga meter, walaupun delegasi kami rombongan, Pak JK dulu lalu saya di belakangnya, begitu terus sampai kami rombongan 17 orang masuk, berputar ke kanan, terdapat pintu gerbang di situ ada pengecekan suhu," cerita Syafruddin.
Usai menjalani tes suhu dan diperbolehkan masuk, barang bawaan jemaah pun diperiksa. Setelah itu jemaah diminta menunggu giliran untuk melakukan Tawaf mengitari ka'bah.
"Ketika jamaah lain sudah lewat baru kita bisa masuk, ikut di belakangnya. Salip menyalip tidak bisa. Dibikin empat lajur jadi hanya lajur itu yang boleh dilewati di kasih garis, jadi tidak bisa kiri kanan - kiri kanan, mendekati Kabah tidak boleh," jelasnya.
Tawaf selesai dilakukan saat Maghrib, kemudian melakukan solat maghrib di Masjidil Haram. Setelah itu lanjut melakukan sa'i dari bukit Safa hingga bukit Marwa dan selesai pada waktu isya.
"Alhamdulilah bisa shalat di Masjidil Harom setelah umroh itu. Shalat Maghrib dan isya," ungkapnya.
Padahal untuk solat lima waktu sehari-hari bagi masyarakat umum Saudi, Masjidil Haram masih tertutup. Hanya jamaah umroh saja yang diizinkan melakukan shalat di Masjidil Haram dan telah mendaftar melalui aplikasi.
"Jadi kami menginap satu malam di Makkah, kemudian Senin (26/10) pagi terbang ke Madinah, di Madinah kita diberikan kesempatan lagi ke Masjid Nabawi," tuturnya.
Di Madinah, ujar Wakil Ketua DMI itu, juga tidak diizinkan berlama-lama saat mengunjungi makam Rosulullah. Bahkan tidak boleh berhenti berjalan sesampai di depan makam sehingga hanya bisa memberikan salam.
"Jadi hanya sepintas sambil salam sambil lewat tidak boleh berhenti, pintu masuk dan pintu keluar juga berbeda, jadi kita semua berjalan keliling dengan berjalan kaki. Kondisi masjid Nabawi sepi tapi tertib," kata Syafruddin.