IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kehidupan warga Arab di Kuba memiliki sejarah panjang. Keberadaan warga Arab di negara tersebut terkait dengan kehadiran Koloni Spanyol Christopher Colombus saat mengklaim Kuba pada 28 Oktober 1492.
Kurang dari setahun sebelumnya Granada, negara Muslim terakhir di semenanjung Iberia, telah jatuh ke tangan kekuatan monarki Kristen. Selama tujuh abad sebelumnya, Islam telah berlabuh di Andalusia. Makanan, bahasa dan tarian Arab adalah elemen yang tidak dapat dipisahkan dari budaya Spanyol dan tiba di Karibia bersama dengan kapal-kapal Columbus.
Lima abad kemudian pengaruh Arab masih ada. Contohnya arroz Moro (nasi Moor), hidangan pokok nasi dan kacang hitam, hingga pintu masuk yang tinggi yang terbuka ke halaman internal dengan langit-langit tinggi yang dengan gaya arsitektur yang mengingatkan pada Madinah, Arab.
Orang Arab bahkan disebut sebagai yang memunculkan asal mula guayabera, kemeja khas Kuba, dengan dua baris lipatan di bagian depan dan belakang. Sebelum Fidel Castro berkuasa pada tahun 1959, orang Arab menonjol dalam industri tekstil. Penjahit Lebanon Said Selman Hussein mempopulerkan guayabera dari El Libano, dengan toko pakaiannya di Santa Clara selama tahun 1930-an.
Dari kejatuhan kekaisaran Ottoman hingga konflik Suriah saat ini, para migran Arab seperti Hussein datang ke Kuba untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Casa de los Arabes abad ke-17 yang megah adalah puncak budaya Arab yang nyata di Havana Lama, Lama. Bangunan ini merupakan museum warisan Arab dan termasuk satu-satunya ruang sholat di kota itu, hingga akhirnya pemerintah Turki dan Arab Saudi membangun ruang sholat dan masjid baru masing-masing pada tahun 2015 dan 2017. Fitur Arabnya termasuk air mancur internal, pekerjaan ubin yang rumit, dan burung merak.
Direktur museum dan sejarawan Rigoberto Menendez menggambarkan kehadiran Arab di Kuba sebagai sesuatu yang sangat berpengaruh dan dibentuk oleh solidaritas yang telah dilakukan Kuba dengan berbagai bangsa Arab dalam perjuangan mereka untuk kemerdekaan dan keadilan.
Menurut dia ada sekitar 50.000 keturunan migran Arab di Kuba hari ini dan dirinya telah mengidentifikasi sekitar 1.000 variasi nama Arab dalam bahasa Latin di antara keluarga Kuba.
"Asimilasi jauh lebih mudah daripada di negara Amerika Latin lainnya karena pemerintah Kuba tidak xenofobia dan membutuhkan migrasi pada awal abad ke-20," kata Menendez sebagaimana dikutip dari middleeasteye.net, Kamis (5/11).
Migrasi Arab terbesar terjadi antara tahun 1860 dan 1920, melibatkan sebagian besar orang Kristen dari Lebanon modern, Palestina dan Suriah yang melarikan diri dari kerusuhan di kekaisaran Ottoman.
Selama beberapa generasi, nama keluarga Arab diubah menjadi menjadi Latin: Darwish misalnya berubah menjadi Deriche dan Wehbe menjadi Wejebe. Wanita terkadang dikenal sebagai la-Morisca (wanita Moor).
Salah satu orang Lebanon paling awal yang tiba di Kuba, Nicole Khoury, dari Australia, tiba di Kuba pada 1920-an dan 1930-an. Dia telah melakukan perjalanan ke Timur Tengah dan Karibia untuk meneliti akar keluarganya. Banyak migran Arab, termasuk keluarga Khoury, bekerja sebagai pedagang asongan, pedagang, dan di pabrik milik AS setelah kemerdekaan Kuba pada 1902.
Namun, harga gula global yang rendah dan Depresi Hebat menghantam ekonomi Kuba dengan keras. Pada tahun 1930-an, para migran Arab yang tiba di pulau itu menghadapi kekecewaan dan rasa malu karena kembali ke Timur Tengah tanpa uang sepeser pun. Banyak juga yang pergi selama 1960-an ketika Castro menasionalisasi perusahaan swasta.
Saat ini, kehidupan dan kultur warga Arab masih bertahan. Garis kebudayaannya juga masih bertahan di kota besar Kuba, seperti Havana sembari menjalankan kehidupan biasa di negara komunis yang pernah dipimpin oleh Fidel Castro itu.