IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kerajaan Arab Saudi secara bertahap membuka kembali ibadah umroh sejak awal Oktober 2020 di tengah pandemi Covid-19. Sementara itu, jamaah umroh dari luar kerajaan diizinkan memasuki Saudi sejak awal November 2020.
Meski izin untuk ibadah umroh telah dikeluarkan, paket umrah plus (umrah+) hingga saat ini masih belum ada tanda-tanda akan dibuka. Direktur Utama Kanomas T&T, Dian Rachmat, menyebut paket ini terpaksa harus ditutup sampai ditemukannya vaksin Covid-19.
"Saat ini, sebelum ada vaksin dan new normal benar-benar berjalan, destinasi akan terpisah. Apalagi melihat aturan yang berlaku di Saudi, ada tes PCR/SWAB dan wajib karantina tiga hari," kata dia dalam kegiatan webinar yang digelar Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Jumat (20/11).
Beberapa destinasi yang dimasukkan dalam paket umrah plus biasanya Turki, Istanbul, serta Dubai. Berdasarkan pengamatan hingga saat ini, aturan yang diberlakukan di negara-negara tersebut sangat bertolak belakang.
Dian menyebut aturan yang berbeda ini akan merepotkan tidak hanya bagi jamaah umroh tetapi juga pelaku travel. Paket umrah plus kemungkinan bisa kembali terlaksana bila vaksin Covid-19 telah ditemukan.
Sejauh ini, ia menyebut pelaku pariwisata telah yakin dan siap melayani kembali calon tamu yang ingin bepergian ke luar negeri. Namun, kesiapan tidak hanya harus dimiliki pihak travel tapi juga calon pelancong.
"Mungkin saat ini calon travelernya yang belum siap. Masih ada simpang siur aturan. Selain itu, budget yang seharusnya bisa untuk jalan-jalan, di masa pandemi ini bisa saja digunakan untuk keperluan sehari-hari," kata dia.
Agen travel di Indonesia disebut telah menyiapkan diri dengan mempelajari semua prosedur dan protokol yang ditetapkan oleh berbagai negara. Hal ini juga berlaku untuk pelaksanaan umroh di Saudi.
Seorang pemandu wisata lokal Turki, Kenan, menyebut negaranya telah membuka pintu bagi wisatawan asing sejak Juni 2020. Bagi pelancong yang ingin memasuki Turki tidak diwajibkan melakukan tes PCR maupun SWAB.
"Saat datang ke Turki, tidak perlu tes. Kecuali mau kembali ke Indonesia, pemerintah mewajibkan tes PCR. Tes dilakukan satu hari sebelum pulang di rumah sakit," kata dia.
Kenan melanjutkan, di masa new normal ini tidak banyak perubahan yang wajib diikuti oleh pelancong, di luar mengikuti protokol kesehatan dari Pemerintah Turki. Satu hal yang harus dimiliki wisatawan selain visa masuk adalah asuransi.
Asuransi ini disebut bermanfaat jika sewaktu-waktu pemerintah Turki mengumumkan kebijakan karantina wilayah. Tak hanya itu, asuransi juga berguna jika di tengah perjalanan wisatawan terdeteksi terpapar Covid-19.
Satu kali tes PCR disebut seharga 250 hingga 350 Lira atau setara Rp 460 ribu hingga 650 ribu. Jika diketahui terpapar Covid-19 saat di tengah perjalanan, Kenan menyebut wisatawan bisa langsung menghubungi KJRI atau KBRI untuk diberikan bantuan.
Di Dubai, pemandu wisata lokal bernama Laxman Shittegar, menyebut kondisinya perlahan sudah membaik meski belum kembali ke kondisi normal. Tes SWAB wajib dilakukan di Bandara Dubai, tanpa dibebankan biaya sepeserpun.
"Sampai di bandara, wisatawan harus tes SWAB. Nanti dijemput travel di luar dan langsung dibawa ke hotel. Hasil tes ditunggu maksimal 24 jam, dan jika hasilnya negatif bisa langsung jalan-jalan," ujarnya.
Namun demikian, jika hasil tes pelancong menunjukkan reaksi atau terbukti positif, pelancong akan segera dibawa ke fasilitas karantina yang sudah disediakan Pemerintah Dubai.
Laxman menyebut hotal-hotel semakin banyak yang membuka dirinya di November ini meski pemerintah mulai membuka pintu pada Juli 2020. Kebanyakan turis yang datang berasal dari Rusia, Kazakhstan dan Afrika. Wilayah Asia disebut hingga saat ini belum mendatangkan wisatawannya ke Dubai.
Terkait aturan di tempat publik, ia menyebut restoran hanya diizinkan menampung pelanggan 60 persen dari okupansi normal. Meski demikian, tidak ada batasan jam buka bagi pusat perbelanjaan maupun tempat publik lainnya.