IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tidak akan memasukkan soal sengketa Kashmir dalam pembahasan mereka. Pertemuan para menteri luar negeri dari organisasi terbesar negara-negara Muslim ini menolak memberikan waktu untuk membahas soal penderitaan penduduk Kashmir yang dikelola India.
Dilansir di TRT World, Jumat (27/11), pernyataan yang dikeluarkan oleh OKI tidak menyebutkan soal Kashmir dan tidak akan ada sesi khusus membahas langkah-langkah militer India yang kejam, yang telah mengakibatkan lockdown di wilayah tersebut yang berlangsung lebih dari setahun.
Tuan rumah pertemuan diplomat OKI, Niger, menolak permintaan Pakistan untuk membahas masalah Kashmir. Hal ini menyusul keputusan awal tahun ini di mana Arab Saudi juga menolak permintaan Pakistan untuk memasukkan Kashmir dalam agenda para menteri luar negeri.
Sekretaris Jenderal OKI Dr Yousef Al Othaimeen mengatakan, bahwa pertemuan itu akan membahas daftar topik dan masalah yang menjadi perhatian dunia Muslim. Sesi ke-47 Dewan Menteri Luar Negeri digelar di ibu kota Niger, Niamey, pada 27 dan 28 November 2020.
Agendanya adalah perjuangan Palestina, perang melawan kekerasan, ekstremisme dan terorisme, Islamofobia, penderitaan minoritas Muslim dan komunitas di negara-negara non-anggota dan penggalangan dana untuk kasus Rohingya di Mahkamah Internasional.
India dan Pakistan menguasai sebagian Kashmir dan wilayah itu diperebutkan dengan sengit oleh kedua belah pihak yang mengarah ke dua perang besar-besaran pada 1947 dan 1965, dan Perang Kargil 1999.
Pada Agustus 2019, Perdana Menteri nasionalis Hindu India, Narendra Modi, mencabut status otonom yang telah lama dipegangnya di wilayah itu. Bagi banyak orang di wilayah mayoritas Muslim, langkah tersebut memicu kekhawatiran bahwa New Delhi berusaha mengubah demografi dengan mendorong migrasi Hindu.
Sejak saat itu, telah terjadi tindakan keras terhadap segala bentuk perbedaan pendapat di negara bagian India dan lebih dari 12 juta orang telah melihat akses mereka ke dunia luar secara teratur terputus.
Sementara OKI semakin berjuang untuk tetap relevan sebagai badan yang mewakili isu-isu yang dihadapi umat Islam di seluruh dunia. Baru-baru ini, badan yang terdiri dari 57 negara Muslim itu tidak memberikan komentar resmi menyusul keputusan kontroversial oleh UEA, Bahrain dan Sudan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel dan bagaimana keputusan tersebut dapat berdampak pada perjuangan Palestina.
Arab Saudi secara luas diyakini memiliki pengaruh yang tidak semestinya atas lembaga yang bermarkas di Kerajaan Saudi itu. Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman juga dilaporkan tengah meniti hubungan lebih dekat dengan Israel.