IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Anggaran yang dibutuhkan untuk menghasilkan ribuan auditor halal di seluruh wilayah Indonesia sebesar Rp 34,6 miliar. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso ihwal kebutuhan jumlah auditor halal dan anggarannya.
Dia menjelaskan, kebutuhan anggaran tersebut didasarkan pada perhitungan bahwa setiap kabupaten/kota memerlukan setidaknya tiga lembaga pemeriksa halal (LPH). Dengan total 514 kabupaten/kota di Indonesia dan minimal tiga auditor halal pada setiap LPH, maka dibutuhkan 4.626 orang auditor halal.
"Minimal anggaran per orang (auditor halal) itu antara Rp 7,5 juta sampai Rp 10 juta. Tinggal dikalikan dengan 4.500 lebih auditor yang dibutuhkan. Itu yang harus ditanggung kalau kita harus membiayai. Ini belum termasuk bayaran untuk pengajarnya," tuturnya kepada Republika.co.id, Rabu (2/12).
Sukoso memaparkan, anggaran itu digunakan untuk menyelenggarakan pelatihan calon auditor halal perwakilan dari perguruan tinggi selama 7 hari di Jakarta. Peruntukan dana tersebut di antaranya untuk biaya makan, perjalanan, dan penginapan bagi mereka.
Dia menambahkan, salah satu tugas BPJPH adalah menyiapkan auditor halal dengan memberikan pendidikan kepada calon auditor halal. Karena itu, perlu ada sinergi dengan perguruan tinggi karena memiliki kemampuan menyediakan sumber daya manusia (SDM) untuk dididik menjadi auditor halal.
"SDM-nya ada, kelengkapan pendukungnya ada, kurang apa. Kalau disebut enggak sanggup kan aneh. Secara kasat mata, mereka sanggup. Apalagi punya peran dalam bidang pengabdian masyarakat," ujarnya.
Sejauh ini, Sukoso mengakui, BPJPH baru mendidik 226 orang calon auditor halal. Dia menyadari jumlah ini masih sedikit dibandingkan dengan jumlah kebutuhannya. "Kalau disebut kurang ya kurang, maka harus didukung anggaran. Melatih auditor halal itu butuh biaya," ucapnya.
Meski begitu, Sukoso optimistis, adanya Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) akan berdampak positif pada peningkatan jumlah auditor halal. Dengan adanya aturan dalam UU Ciptaker, calon auditor halal yang telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan BPJPH dapat langsung menjadi auditor halal.
Sukoso menjelaskan, pengujian calon auditor halal dilakukan dengan menggunakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk jabatan auditor halal. SKKNI ini menjadi landasan untuk menguji calon auditor halal. "(Yang menguji) itu asesor. Jadi auditor halal bisa menjadi profesi karena landasan hukumnya sudah ada dan acuannya ke situ," tuturnya.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mastuki menuturkan, untuk mendorong perguruan tinggi dalam rangka jaminan produk halal, BPJPH telah menandatangani nota kesepahaman dengan 52 perguruan tinggi. Namun dia juga mengakui, kendala utama yang dihadapi perguruan tinggi untuk bisa berperan aktif adalah adanya syarat auditor halal harus memiliki sertifikat auditor halal.
Namun, menurut Mastuki, perguruan tinggi sebetulnya bisa ikut berperan pada aspek lain. "Perguruan tinggi bisa berpartisipasi dalam rangka jaminan produk halal pada aspek lain. Misalnya sebagai halal center, penelitian produk atau industri halal, membuka kajian atau program studi halal," ujarnya.