IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Gagasan pengelolaan haji reguler diserahkan kepada pihak swasta tidak tepat. Hal itu disampaikan Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj.
"Gagasan pengelolaan haji reguler diserahkan ke swasta dalam hal ini PIHK, adalah langkah keliru dan tidak faham sejarah haji," katanya melalui keterangan tertulisnya kepada Republika, Rabu (13/1).
Mustolih menceritakan dahulu tahun 70 an penyelenggaraan haji pernah diserahkan kepada pihak swasta murni, di mana sebagai operator ditunjuklah perusahaan bernama Arafah yang ketika itu juga menjadi antitesa atas penyelenggaraan haji oleh pemerintah yang dianggap banyak persoalan. Namun, dalam perjalanannya ternyata pihak perusahaan Arafah jauh dari ekpektasi.
"Jamaah banyak yang gagal berangkat dan uangnya pun raib, pemerintah akhirnya kembali ambil kendali," ujarnya.
Terlebih berkaca dari penyelenggaraan ibadah umrah yang dari hulu sampai hilir dikelola oleh swasta yakni PPIU ternyata juga masih banyak kasus-kasus yang merugikan jamaah akibat dari travel yang tidak kompeten dan tidak profesional. Banyak jamaah tertipu dan uangnya hilang begitu saja.
"Kemudian setelah terjadi penipuan besar-besaran lagi-lagi pemerintah yang disalahkan," katanya.
Mustolih mengatakan, PPIU itu sendiiri merupakan cikal bakal PIHK, karena untuk menjadi PIHK harus memiliki izin PPIU. Maka itu, gagasan untuk menyerahkan penyelenggaran haji regular kepada swasta tidak tepat dan tidak relevan.
Faktor lainnya, kata Mustolih, fakta sampai hari ini organisasi asosiasi PIHK sendiri belum solid, masih sering terdengar kabar perpecahan d internal mereka. Hal mana membuat organisasi penyelenggara haji dan umrah makin banyak, tetapi hal itu menunjukkan mereka tidak kuat alias rapuh.
"Hal mana dapat berimbas kepada layanan penyelenggaraan haji yang tidak optimal," katanya.
Dari aspek lainnya, manakala haji dikelola oleh swasta murni maka orientasi yang menonjol adalah profit oriented, ini bisa menjadikan calon jamaah dianggap sebagai komoditas ekonomi. Selalu kalkulasi untung rugi.
"Padahal ada aspek ibadah yang haris dikedepankan," katanya.
Kata dia, pengelolaan haji sesungguhnya adalah persoalan membangun sistem yang baik, akuntabel dan transparan. Munculnya berbagai macam persoalan haji selama ini adalah karena asas-asas penyelenggaraan yang baik tidak dijalankan secara serius.
Seperti diketahui haji reguler diserahkan kepada swasta merupakan saran dari Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umroh (Forum SATHU). Saran ini disampaikan setelah Wakil Presiden Maruf Amin menyampaikan subsidi yang diterima jamaah haji reguler terlalu besar, untuk itu Maruf Amin meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghitung ulang.
Merespon hal itu, Forum SATHU, memberikan lima solusi untuk mengatasi persoalan haji. Salah satunya menyerahkan penyelenggaraan haji kepada PIHK.
Sekjen Forum Sathu Artha Hanif menjelaskan, pemerintah bisa bekerjasama dengan agen travel yang telah memiliki izin sebagai penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) untuk menyelenggarakan haji reguler. Jadi, kata dia, ketika ada pengusaha PIHK yang sangat memahami persoalan dan punya daya finansial yang kuat maka bisa diizinkan menyelenggarakan haji reguler.
"Serahkan saja kepada PIHK melakukannya, ngapain beban itu ditanggung pemerintah lagi," kata dia kepada wartawan di Wisma Maktor setelah rapat dengan Kemenko PMK, Jumat (8/1).
Artha mengatakan, pertimbangan pemerintah memberikan PIHK penyelenggaraan haji reguler agar tidak menjadi beban anggaran pemerintah. Untuk itu pemerintah harus bekerjasama dengan PIHK yang memenuhi persyaratan untuk tender pelaksanaan dan pelayanan haji reguler.
"Dasarnya apa yaitu untuk efisiensi cost," kata dia.
Dia juga meminta pemerintah menjadikan PIHK sebagai operator pelaksanaan dan pelayanan haji reguler. Jadi pemerintah tidak lagi sebagai operator, cukup menjadi regulator yang mengatur semua penyelenggaraan haji termasuk menetapkan besaran biaya haji.
"Serahkan saja haji itu kepada pihak PIHK, karena dia akan telah diberikan izin untuk menyelenggarakan haji," kata dia.
Jika PIHK dipercaya menyelenggarakan haji reguler, maka akan banyak menyerap tenaga kerja. Hal itu tentunya kata dia telah sesuai dengan UU Cipta Kerja di mana peraturan undang-undang ini untuk mempermudah lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
"Intinya Kemenag melepaskan haji ini untuk menyelamatkan haji ke depan," katanya.
Dia juga merekomendasikan PIHK bekerjasama dengan BPKH mengelola dana seluruh haji, baik haji reguler maupun haji khusus. Tidak hanya itu, Artha menjelaskan, Forum SATHU merekomendasikan moratorium agar mengurangi beban antrean jamaah di depan.
"Fokus menyelesaikan yang sudah antre hingga 40 tahun. Tujuannya supaya tidak menambah lagi beban kedepannya," kata dia.
Selain itu, pemerintah diminta membedah dan kaji ulang struktur pembiayaan haji reguler yang bertujuan untuk bisa melakukan efisiensi cost. Menurut dia, selama ini, PIHK telah mengetahui banyak sekali biaya tak perlu tapi tetap diadakan.
"Hal ini tujuannya untuk efisiensi cost demi tercapainya pelayanan standar sesuai ketentuan dan syariat agama," kata dia.