Sabtu 20 Mar 2021 01:44 WIB

Mengembalikan Barang Setelah Dibeli, Bagaimana Hukumnya?

Hukum Pengembalian Barang yang Telah Dibeli

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Mengembalikan Barang Setelah Dibeli, Bagaimana Hukumnya?. Foto: ilustrasi:inflasi - Pedagang menyortir bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Mengembalikan Barang Setelah Dibeli, Bagaimana Hukumnya?. Foto: ilustrasi:inflasi - Pedagang menyortir bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa toko-toko besar memiliki kiat-kiat tersendiri untuk menarik para konsumen. Di antaranya memberikan fasilitas bahwa barang yang telah dibeli dapat ditukar dengan barang yang lain, ataupun uang kembali utuh.

Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, cara ini sangat memuaskan para pelanggan, sehingga mereka tertarik berbelanja di toko tersebut. Pengembalian ini ada beberapa bentuk, ada yang hanya boleh ditukar dengan barang lain yang ada di toko tanpa pengembalian uang tunai bila harga sama, dan bila harganya lebih mahal pembeli membayar selisih harganya, atau diberi voucher seharga barang yang dikembalikan yang dapat digunakan untuk belanja di toko tersebut kapanpun juga. Dan ada juga, uang kembali utuh jika barang yang dibeli masih utuh.

Baca Juga

Jangka waktunya juga bervariasi, ada yang membatasi satu hari untuk barang tertentu, seperti barang elektronik, ada juga yang membatasi tiga hari, tujuh hari dan 14 hari. Dan ada juga yang tidak membatasi waktu pengembalian. Bagaimanakah syariat menyikapi fenomena ini?

Pada dasarnya, bilamana syarat-rukun dalam sebuah akad jual-beli terpenuhi maka akad menjadi lazim (niscaya), barang berpindah ke tangan pembeli dan uang berpindah ke tangan penjual serta kedua-belah pihak (penjual dan pembeli) tidak dapat lagi menarik diri dari akad yang telah mereka lakukan.

Hal ini berdasarkan kesepakatan (ijma) para ulama, dan berdasarkan firman Allah Ta'ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِ ينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu"(Al Maidah ayat satu).

Allah memerintahkan untuk memenuhi akad (termasuk akad jual-beli) yang telah dibuat. Perintah untuk memenuhi akad menunjukkan bahwa akad yang dilakukan bersifat mengikat (lazim), karena jika akad tidak bersifat mengikat maka tidak perlu diperintahkan untuk memenuhinya.

Tetapi dikecualikan dari prinsip dasar di atas, bila terdapat khiyar (penjual atau pembeli berada dalam masa yang dibenarkan untuk memilih, melanjutkan, atau membatalkan akad) atau penjual dan pembeli sepakat saling ridha untuk membatalkan akad (fasakh).

Rossi Handayani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement