IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) masuk ke rantai nilai produk halal global. Hal itu sebagai upaya mencapai Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia.
“Indonesia berpotensi sebagai pusat ekonomi syariah terbesar. Indonesia berhasil menempati peringkat keempat dalam Global Islamic Economy Indicator dan masuk dalam 10 besar untuk kategori makanan halal, keuangan syariah, wisata ramah muslim, fesyen, obat-obatan dan kosmetik halal, serta media dan rekreasi,” kata Teten melalui keterangan resmi pada Jumat (9/4).
Teten hadir dan memberikan selamat serta apresiasi atas peluncuran Program Muslim Center of Excellence dan penandatanganan MoU antara Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), PT Unilever Indonesia, dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Ia mengatakan, peluncuran tersebut merupakan salah satu contoh baik penerapan pengelolaan terpadu di sektor industri halal.
“Ditambah dengan adanya kolaborasi antara KNEKS dan PT Unilever Indonesia, diharapkan dapat mengikutsertakan para pelaku UMKM dalam mencapai Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia. Bahkan mendorong produk UMKM untuk masuk ke rantai nilai produk halal global,” tuturnya.
Beberapa program strategis lainnya, kata dia, telah dan akan terus dilakukan agar UMKM semakin berdaya. Di antaranya optimalisasi belanja Kementerian/Lembaga 40 persen untuk menyerap produk UMKM, memastikan 30 persen dari infrastruktur publik untuk tempat usaha UMKM, serta mendorong kemitraan strategis antara Usaha Besar dan Usaha Mikro Kecil.
“Baru saja, presiden memberikan arahan kepada kami guna meningkatkan rasio kredit perbankan bagi UMKM. Dari sebelumnya 20 perseb menjadi lebih dari 30 persen pada 2024,” kata dia.
Plafon kredit dari sebelumnya maksimum Rp 500 juta naik menjadi Rp 20 miliar. Lalu KUR tanpa agunan naik dari Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta. Menurutnya, peluang itu harus dimanfaatkan oleh UMKM supaya bisa naik kelas.
“Saya berharap kolaborasi multipihak ini akan terus berlanjut dan berjalan sesuai harapan kita bersama dan memberikan dampak positif kepada masyarakat, khususnya pelaku KUMKM. Jangan lupa bangga, beli, dan pakai produk UMKM Indonesia,” tuturnya.
Secara khusus, ia menyampaikan tantangan terbesar sertifikasi halal pada UMKM selama ini yaitu biaya sertifikasi yang tinggi hingga menyulitkan Usaha Mikro dan Kecil mengaksesnya. Akibatnya, hanya usaha menengah dan besar yang memiliki kecukupan modal yang mampu mendapatkan sertifikat halal.
“Alhamdulillah, melalui UU Cipta Kerja, sertifikasi halal bagi Usaha Mikro dan Kecil tanpa biaya/gratis. Diperjelas dalam PP Nomor 7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bahwa perizinan usaha lebih mudah, melalui sistem OSS yang meliputi perizinan berusaha, SNI, dan sertifikasi jaminan produk halal,” jelasnya.
Pengelolaan Terpadu UMK, lanjut dia, juga didorong meliputi pendirian atau legalisasi, pembiayaan, penyediaan bahan baku, proses produksi, kurasi, sampai dengan pemasaran elektronik atau nonelektronik secara terpadu. “Tentunya kedua program ini harus diimplementasikan secara bersinergi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan para pemangku kepentingan terkait,” ujar Teten.