IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Universitas Udayana, Bali Wahyu Budi Nugroho mengatakan, ketika mudik tidak dilakukan di masa pandemi justru akan memiliki nilai positif. Pasalnya, hal tersebut mendukung kebijakan pemerintah dalam menekan penyebaran COVID-19.
"Jadi, bisa dikatakan pula bahwa nilai dan norma sosial sebetulnya bersifat cair karena bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi konkret masyarakat," katanya.
Ia mengatakan bahwa setiap elemen masyarakat harus sadar kebijakan larangan mudik ini sebetulnya juga untuk kepentingan kita bersama.Selain sebagai cara mencegah kluster baru, juga dibuat agar dalam pembelajaran di sekolah dan perkuliahan dapat dilakukan secara tatap muka.
"Selama ini, sebagaimana kita tahu, banyak ditemui keluhan terkait sekolah atau kuliah daring. Kebijakan ini diharapkan dapat menurunkan angka kasus COVID-19 di tanah air secara signifikan, jika tidak harapan untuk kembali menggelar sekolah atau kuliah tatap muka di semester depan akan sulit direalisasikan," katanya.
Ia mengungkap bahwa mudik merupakan kebiasaan yang telah membudaya di tengah masyarakat dengan nilai kekerabatan yang kuat.
"Mudik ini awalnya adalah imbas konsep pembangunan di era orde baru yang berupaya membangun pusat-pusat pertumbuhan sehingga terjadi urbanisasi, masyarakat desa berbondong-bondong ke kota yang menjadi pusat pembangunan. Dari sinilah kebiasaan mudik muncul, yang kemudian membudaya," katanya.