Rabu 12 May 2021 05:01 WIB

Serangan Israel Untuk Bagi Wilayah Al-Aqsa

Serangan Israel bertujuan membagi al-Aqsa menjadi wilayah Yahudi dan Muslim

Warga melakukan salat jenazah bagi seorang anak Palestina berusia 11 tahun, Hussain Hamad, yang tewas dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza, di Khan Yunis, Gaza pada 11 Mei 2021.
Foto:

Tel Aviv merasa rezim Arab dapat menangkis serangan balik

Sementara itu, wakil sekretaris jenderal Persatuan LSM Dunia Islam, Ahmad Azam Ab Rahman, mengatakan melalui telepon dari Kuala Lumpur bahwa Israel "bertekad memamerkan kesombongan dan kebrutalannya, meyakini tindakan itu tidak akan tersentuh, dan percaya semua kejahatannya akan terjadi begitu saja teredam dan disapu oleh pengikut setia sekutu Baratnya."

"Israel tampaknya percaya bahwa teman-teman barunya di rezim Arab akan menekan dan menangkis segala reaksi atau reaksi dari dunia Arab dan Muslim," kata Rahman.

Masjid Al Aqsa Diserang Israel Saat Salat Tarawih, 178 Terluka -  Pikiran-Rakyat.com

Keterangan foto: Polisi Israel menyerang warga Palestina yang berjaga-jaga untuk mencegah serangan orang-orang Yahudi fanatik terhadap Kompleks Masjid al-Aqsa, di Yerusalem Timur pada 10 Mei 2021.

Pada tahun 2020, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan dan Maroko mengumumkan perjanjian normalisasi yang kontroversial dengan Israel menyusul langkah Mesir dan Yordania, yang menandatangani kesepakatan dengan Israel pada 1979 dan 1994.

Selama upacara normalisasi di Gedung Putih, AS pada 15 September tahun lalu, UEA dan Bahrain menandatangani kesepakatan yang disponsori AS, yang secara resmi dikenal sebagai Abraham Accords, untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Al-Arian setuju. "Karena negara-negara besar yang membiayainya seperti Arab Saudi dan UEA sudah bersekutu dengan Israel. Jadi apa yang kita harapkan dari Organisasi Kerja Sama Islam [OKI]?"

Rahman mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa Israel bertindak semakin tidak berperikemanusiaan terhadap bangsa Palestina.

"Sudah waktunya bagi dunia untuk bertindak, bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menghentikan negara apartheid nakal ini dan bagi OKI untuk menegaskan kembali dirinya untuk memperjuangkan perjuangan kaum tertindas untuk menuntut keadilan," kata Rahman.

"Yerusalem dan Palestina harus segera dibebaskan untuk menghentikan agresi dan kejahatan keji terhadap kemanusiaan ini," tambah Rahman, yang juga memimpin Gerakan untuk Masyarakat Informasi atau WADAH yang berbasis di Malaysia.​​​​​​​

- 'Pola untuk mempermalukan orang Palestina selama hari-hari suci'

Sementara itu, Senator Pakistan Mushahid Hussain mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa ada "pola tentara pendudukan Israel hendak mempermalukan Muslim Palestina terutama selama bulan suci."

"Itu untuk menindas dan mengecam warga Palestina," kata Hussain, yang mengepalai Komite Urusan Luar Negeri Senat Pakistan. "Ini adalah masalah kemanusiaan, hukum internasional dan piagam PBB."

"Sangat disayangkan bahwa penundaan pemilu Palestina telah mempengaruhi persatuan organisasi Palestina - [antara] Hamas yang bermarkas di Gaza dan Fatah yang bermarkas di Tepi Barat," tambah Hussain.

Akhir bulan lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan penundaan pemilu sampai otoritas Israel mengizinkan diadakannya pemiliu di Yerusalem.

Penundaan ini telah yang memicu kecaman dari Gaza.

Rencananya Palestina menggelar pemungutan suara parlemen pada 22 Mei, pemilihan presiden pada 31 Juli dan pemilihan Dewan Nasional Palestina pada 31 Agustus.

"Itu pemilu pertama yang digelar setelah 15 tahun," kata Hussain.

Menurut Hussain, upaya "persatuan" antara Hamas dan Fatah adalah "perkembangan besar".

"Persatuan itu menjadi perhatian Israel, yang menjalankan konsep kolonial memerintah dan memecah belah," ujar dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement