Rabu 19 May 2021 07:01 WIB

Israel Tutup Perbatasan Gaza, Pengiriman Bantuan Terhenti

Gaza terancam kekurangan bahan pangan, fasilitas sanitasi, dan kesehatan

Truk bermuatan bantuan kemanusiaan menuju Gaza, dekat Ashkelon, Israel selatan, Senin, 17 Mei 2021.
Foto: AP/Tsafrir Abayov
Truk bermuatan bantuan kemanusiaan menuju Gaza, dekat Ashkelon, Israel selatan, Senin, 17 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID,

Sebuah konvoi truk bantuan internasional yang memulai meluncur ke Gaza melalui Karem Abu Salem, (Kerem Shalom), sebuah perbatasan dengan Israel, terpaksa dihentikan

Peristiwa tersebut terjadi pada hari Selasa (18/5) ketika Israel menutup penyeberangan. Kala itu juga tengah terjadi serangan mortir di daerah tersebut.

Seperti dilansir Aljazeera.com, tindakan penghentian ini dilakukan tak lama setelah Koordinator Kegiatan Pemerintah Israel di Wilayah (COGAT) mengumumkan pembukaan sementara perbatasan untuk pengiriman bantuan.

 

COGAT mengatakan dalam sebuah pernyataan kemudian menegaskan bila penyeberangan perbatasan ditutup setelah seorang tentara Israel terluka ringan dalam serangan itu.

“Setelah bom mortir ditembakkan ke arah Penyeberangan Kerem Shalom… diputuskan untuk menghentikan masuknya sisa truk yang membawa bantuan,” kata COGAT. 

The COGAT said in a statement that the border crossing was closed after an Israeli soldier was slightly injured in the attack [File: Ibraheem Abu Mustafa/Reuters]

Keterangan foto: Konvoi truk bantuan internasional yang memulai meluncur ke Gaza melalui Karem Abu Salem, (Kerem Shalom), sebuah perbatasan dengan Israel.

Sebelumnya, Karl Schembri, penasihat media untuk Timur Tengah di Dewan Pengungsi Norwegia, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Gaza akan "tercekik" jika penyeberangan Keram Abu Salem dan Beit Hanoon (Erez) ditutup.

“Sangat penting bila penyeberangan tetap terbuka,” kata Schembri. “Orang-orang di sana

tidak hanya membutuhkan barang-barang penting, mereka sekarang membutuhkan bantuan kemanusiaan yang vital. Dan Israel perlu memberikan jaminan bahwa barang-barang ini akan diberikan jalur yang aman. "

Schembri juga mengatakan memang kini sudah diperlukan adanya koridor kemanusiaan dan gencatan senjata agar para pekerja bisa masuk dan menilai kebutuhan masyarakat.

"Tidak ada pengiriman yang bisa dilakukan selama pemboman berlanjut," katanya.

Pada hari Selasa, badan bantuan PBB mengatakan lebih dari 52.000 warga Palestina telah terlantar akibat serangan udara Israel yang telah menghancurkan atau merusak parah hampir 450 bangunan di Jalur Gaza.

"Sekitar 47.000 orang pengungsi telah mencari perlindungan di 58 sekolah yang dikelola PBB di Gaza," kata Jens Laerke, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) di Jenewa.

Laerke mengatakan sebanyak 132 bangunan hancur dan 316 rusak parah, termasuk enam rumah sakit. Sembilan pusat kesehatan utama serta pabrik desalinasi juga rusak. Dan ini akan mempengaruhi akses ke air minum bagi sekitar 250.000 orang di Gaza.

"Ada kekurangan pasokan medis yang parah, risiko penyakit yang ditularkan melalui air dan penyebaran COVID-19 karena orang-orang terlantar berkerumun ke sekolah," kata Margaret Harris, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia.

Kelompok hak asasi yang berbasis di London, Amnesty International menyerukan penyelidikan serangan udara terhadap bangunan tempat tinggal di Gaza.

“Pasukan Israel telah menunjukkan pengabaian yang mengejutkan terhadap kehidupan warga sipil Palestina. Mereka terus melakukan sejumlah serangan udara dengan menargetkan bangunan tempat tinggal,'' kata Amnesty.

Bahkan, tegas Amnesty, dalam beberapa kasus penyerangan itu telah menewaskan seluruh keluarga - termasuk anak-anak - dan menyebabkan kerusakan sewenang-wenang terhadap properti sipil, dalam serangan yang mungkin berarti perang. ''Serangan ini jelas merupakan kejahatan atau kejahatan terhadap kemanusiaan, ”kata Amnesty.

Amnesty mengatakan pihaknya telah mendokumentasikan empat serangan mematikan oleh Israel yang dilakukan ke rumah-rumah pemukiman tanpa peringatan sebelumnya dan meminta Pengadilan Kriminal Internasional untuk menyelidiki.

Dikatakannya, serangan Israel pada 11 Mei menghancurkan dua bangunan tempat tinggal milik keluarga Abu al-Ouf dan al-Kolaq, menewaskan 30 orang, 11 di antaranya anak-anak.

"Seorang wanita dan ketiga anaknya juga tewas pada 14 Mei ketika bangunan tiga lantai keluarga al-Atar dihantam,'' tegasAmnesty.

Lembaga ini juga menambahkan bila rumah Nader Mahmoud Mohammed Al-Thom, tempat anggota organisasinya tinggal bersama delapan orang lainnya, diserang tanpa peringatan pada 15 Mei.

Dari catatan Amnesti Internasional, setidaknya 213 warga Palestina, termasuk 61 anak-anak, telah tewas di Gaza sejak serangan dimulai. Sekitar 1.500 warga Palestina terluka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement