IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Ibadah haji telah dilakukan sejak zaman pada masa kenabian Ibrahim. Namun, umat Nabi Ibrahim yang ini mengakui bahwa Tuhan itu hanya satu yaitu Allah SWT, yakin bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan dan Allah sebagai pencipta langit dan bumi kemudian menyembah Allah melalui leluhurnya.
"Hanya saja, mereka menyembah dan berdoa kepada Allah SWT secara tidak langsung, melainkan melalui wasilah (perantara), yakni arwah para leluhur mereka," kata Dr.K.H Asep Zaenal Ausop, M.Ag dalam bukunya 'Haji Falsafah, Syariah & Rihlah' .
KH Asep mengatakan, para leluhur mereka yang diidentifikasi melalui patung-patung dan diberi nama. Menurutnya paling tidak, ada 10 nama berhala di antara 360 berhala pada zaman Jahiliyah yang dinisbahkan kepada leluhur mereka.
"Sepuluh nama berhala itu, antara lain Isaf, Nailah, Uzza, Latta, Manat, Nasr Hubal, Uqaisir, Al-Jaisad, Dzul Khulasah dan Suwa," katanya.
KH Asep menuturkan, Isaf dan Nailah ditempatkan di pintu Ka'bah yang ada di Makkah. Berhala Uzza diletakkan di sebelah kanan jalan dari Makkah menuju Irak.
Berhala Latta diletakkan di Thaif, sekarang terletak di sebelah Masjid Thaif. Berhala Manat diletakkan di Qudaid di sebuah tempat antara Makkah dan Madinah. Berhala Nasr terdapat di Yaman.
Berhala Hubal terdapat di dalam Ka'bah. Berhala Uqaisir diletakkan di jalan utama kota Syam. Berhala Al-Jaidsad terletak di Hadramaut Yaman, berhala Dzul Kulasah terletak di tubahlah daerah antara Makkah dan Yaman, berhala Suwa terletak di Yanbu dekat Madinah.
Untuk memurnikan akidah Allah SWT menegaskan di dalam Alquran surah az-zumar ayat 3 yang artinya.
"Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih dari Syirik. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata, "kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya."
KH Asep mengatakan, latar belakang kemunculan patung patung atau berhala sebagai mediator ialah karena krisis kepemimpinan yang sangat parah. Dalam hal ini, setiap kabilah Arab memiliki nenek moyang yang dibanggakan sebagai tokoh spiritual.
Tetapi, setelah para tokoh itu wafat, mereka mengalami krisis kepemimpinan, sehingga tidak ada lagi orang yang dianggap suci dan menjadi penggerak kehidupan mereka. Mereka amat merindukan tokoh-tokoh spiritual senagaimana pernah mereka punya pada masa silam.
"Karena itu, dengan terpaksa mereka membuat patung para tokoh tersebut," katanya.