IHRAM.CO.ID, Oleh: KH dr Anwar Abbas. Pengamat sosial ekonomi, Ketua PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum MUI.
Terpilihnya indonesia sebagai negara terdermawan di dunia tentu perlu kita apresiasi. Prestasi ini diraih jelas bukan semata-mata karena negara kita adalah negara yang berdasarkan Pancasila saja.
Kalau hanya sampai di situ maka saya yakin Pancasila itu tentu tidak akan berbentuk tetapi karena sila-sila yang ada dalam pancasila tersebut sudah dijiwai dan diwarnai oleh nilai-nilai dari ajaran agama terutama agama Islam. Pancasila dengan berdasarkan dan bersumberkan kepada Alquran dan Assunnah itu, maka jadilah bangsa kita menjadi bangsa yang peduli kepada sesama.
Semua itu jelas sekali karena di dalam berbagai surat dan ayat dalam Alquran secara jelas sekali bila kita disuruh dan diperintah oleh Allah swt untuk tidak hanya memperhatikan diri kita saja tapi kita juga diperintah untuk memperhatikan keadaan dari keluarga dan tetangga kita serta keadaan dari orang lain terutama fakir miskin.
Bahkan dalam salah satu surat dalam Alquran dikatakan bahwa kita ini akan dicap oleh Allah sebagai seorang pendusta agama kalau kita menyia-nyiakan dan tidak berempati kepada anak yatim serta tidak mau membantu dan memperhatikan kebutuhan orang miskin.
Hal demikian diperjelas dan dipertegas lagi oleh nabi lewat hadis-hadisnya yang menyatakan dan mengingatkan kita tentang wajibnya kita untuk memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang-orangyang hidupnya termarginalkan. Ini seperti kata beliau :Tidaklah bisa dikatakan bahwa kita ini telah beriman kepada Allah dan hari akhir kalau perut kita kenyang tetapi tetangga kita kelaparan.
Nilai-nilai yang terdapat dalam Alquran dan hadis yang seperti inilah yang telah mendorong bagi tinggi dan meningkatnya minat untuk berdonasi dan kerelawanan di kalangan umat Islam. Dan itu sudah sangat terlihat sekali di masa-masa awal covid 19 di mana pemerintah mengingatkan dan meminta masyarakat untuk mengisolasi diri dan tidak keluar rumah akibatnya ekonomi masyarakat lapis bawah benar-benar terpukul.
Semua itu terjadi karena tukang becak, tukang ojek sopir taxi, pedagang kaki lima, dan kalangan rakyat bawah secara ekonomi mereka benar-benar lumpuh dan terpukul. Mereka selama hidup dengan boleh dikatakan ditopang oleh apa yang mereka dapat hari itu saja. Tak ada sisa untuk esok hari.
Kita tidak menyalahkan anjuran dan kebijakan dari pemerintah untuk tidak keluar rumah tersebut karena anjuran itu di satu sisi memang baik karena telah mampu menekan penebaran virus corona yang ada. Namun, di sisi lain terutama dari sisi ekonomi, anjuran dan kebijakan tersebut ternyata telah membuat mereka yang ada di lapis bawah tersebut benar-benar menjerit karena tidak ada yang akan bahan yang tersedia untuk bisa dimakan.
Tapi itulah semua jeritan mereka tersebut telah di dengar oleh tetangga dan handai tolan serta orang lain. Dan ketika itulah kita melihat bagaimana umat Islam benar-benar telah termotivasi dan terdorong oleh ajaran agamanya untuk turun bagi membantu mereka yang berada dalam kesulitan tersebut secara ikhlas baik langsung kepada orang yang dia tuju atau mereka salurkan lewat baznas dan LAZ serta unit pengumpul zakat (UPZ) yang ada.
Saya tidak bisa membayangkan apalah yang akan terjadi di negeri ini kalau gerakan sosial dan filantropi yang dilakukan secara ikhlas dan spontan oleh umat tersebut tidak ada. Maka ketika itu tentu kita akan banyak membaca berita tentang kelaparan dan kematian di mana-mana. Tapi sampai detik ini saya nyaris tidak mendengar dan membaca adanya hal itu.
Kalau ada orang yang sakit dan mati, itu jelas bukan karena dia tidak makan tapi karena terpapar Covid-19.
Oleh karena itu dalam menghadapi masalah bangsa ini kita tidak boleh hanya berhenti dan terhenti dengan pendekatan konstitusional saja dan tidak kembali kepada sumber nilai utama dari Pancasila dan UUD 1945 tersebut. Sebab, kalau kita hanya terhenti disitu, maka tugas untuk itu jelas sepenuhnya terpikul dipundak pemerintah. Ini karena memang seperti itulah yang diamanatkan dalam pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Tetapi ketika masa-masa awal pandemi covid 19 tersebut kita sama-sama tahu bahwa bantuan pemerintah itu baru turun setelah pemerintah selesai membuat peta dari orang-orang yang akan dibantu. Itu pun baru selesai setelah mereka kerjakan berminggu-minggu.
Dalam logika kita dan orang banyak kalau ada orang yang tidak makan satu minggu atau lebih maka mereka tentu sudah banyak yang mati atau sakit. Namun syukurlah hal itu tidak terjadi karena dalam situasi dimana mereka tidak punya pendapatan tersebut, saudara dan tetangganya serta orang lain telah datang membantu.
Dan yang menjadi pendorong utama mereka melakukan itu yang perlu kita catat dan ingatkan disini adalah mereka lakukan bukanlah karena instruksi atau perintah dari pemerintah. Tapi adalah karena ajaran agama mereka sendiri yang terdapat dalam Alquran dan Assunnah yang memerintahkan mereka untuk melakukannya.
Jadi bagi orang islam sila-sila dalam Pancasila itu tidak akan bunyi dan tidak akan bisa difahami serta tidak akan jelas bentuknya, kalau dia tidak dituntun dan diarahkan serta diisi oleh nilai-nilai yang ada dalam ajaran agama islam itu sendiri yang sumber ajarannya adalah terdapat dalam alquran dan assunnah.
Oleh karena itu kalau ada tokoh dan para pemimpin di negeri ini yang bertanya dan menyuruh bawahan atau rakyatnya untuk memilih Pancasila atau Alquran maka yang bersangkutan jelas tidak faham dan tidak mengerti tentang apa itu Alquran dan agama islam serta apa itu Pancasila, serta bagaimana hubungan antara ketiganya.
Dengan begitu, bila negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang sikap dan berpandangannya mendikotomikan Alquran dan Pancasila seperti itu, maka jelas akan sangat berbahaya. Mengapa? Itu karena akibat dari ketidakfahaman mereka terhadap hal demikian, nantinya hanya jelas akan bisa menyeret bangsa ini ke lembah bencana dan malapeta serta kehancurannya.
Kita sebagai warga bangsa yang baik dan cinta negeri ini tentu saja tidak mau hal itu terjadi.
Wallhu'alam