IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 teus meningkat. Menyadri hal itu Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy Faishal Zaini mengimbau kepada umat Islam dan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan protokol kesehatan. Karena, kasus posisif Covid-19 terus melonjak dan status daerah yang ditetapkan sebagai zona merah juga meningkat.
“Meminta Kepada seluruh warga Indonesia, umat Islam, terutama warga NU untuk selalu mematuhi instruksi dan imbauan serta protokol yang telah ditetapkan oleh pemerintah selama menghadapi pandemi Covid-19 ini,” ujar Helmy dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, kemarin.
Selain itu, dia juga mengajak kepada masyarakat untuk menghindari kerumunan dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari, termasuk dalam melaksanakan ibadah.
“Mari kita tunda dan hindari kegiatan-kegiatan yang bersifat kolosal, berkumpul dan bergerombol. Segala aktivitas keagamaan bisa dilakukan di rumah demi keamanan bersama,” ucapnya.
Helmy juga mendorong peran aktif tokoh agama, dai dan juga para mubaligh untuk senantiasa menjadi teladan untuk mengampanyekan dan mempraktikkan protokol kesehatan agar terhindar dari wabah Covid-19.
“Kami juga meminta kepada segenap jajaran Pengurus Nahdlatul Ulama dari wilayah sampai ranting agar aktif ikut mensosialisasikan protokol dan imbauan pemerintah melalui sarana-sarana yang dimiliki. Antara lain dengan speaker, toa, media sosial dan lain sebagainya,” kata Helmy.
“Mari tetap memperbanyak doa, memohon pertolongan Allah Swt melalui istighotsah, pembacaan sholawat thibbil qulub, dan amalan-amalan dari para kiai dan guru,” jelasnya.
Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Cholil Nafis yang dinyatakan positif Covid-19 juga menghimbau hal yang sama.
Selain minta didoakan, Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah ini pun mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan menghindari kerumunan.
"Ayo sahabat-sahabar jaga diri dari covid-19 dengan mematuh protokol kesehatan, mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak," jelasnya.
Beberapa hari yang lalu, Kiai Cholil mengakui memang sempat melakukan perjalanan dari Madura ke Jakarta. Setelah melakukan tes Covid-19 di Suramadu, dia saat itu dinyatakan negatif. "Saya curiga terkena saat perjalanan dari Salatiga ke Jakarta karena saat menyebrangi Suramadu sudah di tes antigen dan hasilnya negatif," ucapnya.
Kasus positif Covid-19 dilema bagi kalangan pesantren
Ketua Umum Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Nahdatul Ulama, KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, meningkatnya COvid-19 memang berakibat tidak mudah bagi pesantren. Namun, pria yang akrab dipanggil Gus Rozin tersebut menyarakan agar pesantren tetap melanjutkan pembelajaran tata muka dengan catatan.
“Ini pilihan yang tidak mudah karena masing-masing memiliki konsekuensi. Pilihan terdekat oleh pesantren adalah lanjut dengan catatan. Karena sungguh susah memulangkan kembali para santri ke rumah dengan prokes. Apalagi tidak ada jaminan para santri lebih aman ketika berada di rumah,” ujar Gus Rozin, Senin (21/6).
Dia mengatakan, para pengurus pesantren bisa saja melanjutkan pembelajaran tatap muka di tengah meningkatnya kasus Covid-19. Dengan catatan, kata dia, pesantren tersebut harus menyiagakan kembali satgas pesantren dan melakukan penyegaran informasi terhadap mereka.
“Dalam hal ini RMI siap memfasilitasi,” ucap Gus Rozin. Selain itu, menurut dia, pesantren yang melanjutkan kegiatan PTM juga harus disiplin dan konsisten menerapkan protokol kesehatan terhadap siapapun, termasuk kepada para tamu kiai. Kemudian, pesantren juga harus menyiapkan pos kesehatan pesantren (poskestren) dan ruang isolasi beserta tenaga pendamping yang cukup.
“Kemudian, pesantren juga harus menyiapkan logistik dan obat-obatan dalam jumlah yang cukup, disesuaikan dengan populasi santri,” katanya.
Sementara, khusus mata pelajaran atau kitab yang diajarkan oleh para ustaz yang tinggal di luar kompleks pesantren juga harus diselenggarakan secara daring. Karena, bisa saja para ustaz yang dari luar tersebut membawa virus Covid-19.
“Pesantren juga harus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan dinkes atau faskes setempat atau menyiapkan dokter pendamping, serta harus mengkomunikasikan kebijakan dan kesiapan pesantren menghadapi pandemi dengan wali santri agar tidak menimbulkan kegelisahan,” jelas Gus Rozin.