IHRAM.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China berencana membangun hotel Hilton di atas tanah bekas masjid Uighur yang dihancurkan atas perintah Partai Komunis China. Rencana tersebut sontak saja menuai kemarahan dan kecaman dari berbagai kelompok Muslim di seluruh dunia.
Seperti pertama kali dilaporkan di Telegraph, lahan Masjid Duling yang dihancurkan di Hotan, bagian dari provinsi Xinjiang, dijual kepada pengembang China. Pengembang China tersebut memiliki rencana untuk membangun pusat perbelanjaan besar, termasuk Hotel Hampton, hotel yang dimiliki oleh Hilton Worldwide Holdings Inc.
Sebuah tinjauan situs Hilton menemukan sudah ada beberapa properti Hilton di provinsi Xinjiang. Hotel Hampton di Bandara Internasional Urumqi, 700 mil jauhnya dari lokasi masjid yang dihancurkan, dan juga Hilton di pusat Urumqi.
Sebuah hotel Conrad akan dibuka untuk bisnis di Urumqi, yang merupakan ibu kota wilayah itu, akhir tahun ini. Rencana tersebut telah memicu kemarahan kelompok Muslim di Amerika Serikat, termasuk Dewan Hubungan Amerika-Islam.
“Jika Hilton Corporation melanjutkan pembangunan hotel Hampton di lokasi masjid yang dihancurkan, mereka akan membantu pemerintah China dalam kampanye penghapusan budaya melawan Uyghur. Membantu dalam penghapusan Uyghur berarti membantu dalam genosida mereka,” kata CAIR dalam sebuah pernyataan yang diposting di situs web kelompok tersebut, dan dilansir dari Religion News, Jumat (2/7).
Karena masjid adalah bagian yang terlihat dari warisan budaya dan agama di kawasan itu, mereka secara khusus menjadi sasaran otoritas Partai Komunis. Di tempat lain di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang, di kota Ghulja, sebuah masjid telah diubah menjadi hotel wisata oleh seorang pengusaha Cina Han, menurut laporan dari Radio Free Asia pada bulan April.
Departemen Luar Negeri AS menyebut perlakuan China terhadap Uyghur dan populasi Muslim Turki lainnya sebagai genosida. Penunjukan itu mencatat pemenjaraan satu juta orang di China, yang menandai kurungan terbesar kelompok etnis di kamp-kamp konsentrasi sejak Perang Dunia Kedua.
Departemen Luar Negeri juga mencatat sejumlah kejahatan, khususnya penggunaan sterilisasi paksa dan aborsi terhadap perempuan sebagai kebijakan negara, dan pernikahan paksa dengan anggota mayoritas etnis Han Cina. Sebuah laporan dari BBC tahun ini mencatat pemerkosaan dan penyiksaan terjadi secara sistematis di kamp-kamp di mana orang-orang Uyghur ditempatkan.
Selain deklarasi Departemen Luar Negeri, parlemen Inggris, Kanada, Republik Ceko, Belanda, Belgia, dan Lituania telah membuat penunjukan serupa. China dengan tegas membantah tuduhan semacam itu dan mempertahankan bahwa kamp-kamp itu ada semata-mata untuk tujuan pendidikan ulang.