Misalnya, Ma Dexin (1794–1874), seorang sarjana Cina Hui dari provinsi Yunnan di bagian barat daya Cina, pergi berziarah ke Makkah antara tahun 1840 dan 1848. Rute dimulai dari Yunnan, melalui Burma dan Samudra Hindia, dan akhirnya mencapai Jazirah Arab.
"Meskipun itu adalah masa pengaruh besar Kerajaan Inggris, dalam kepentingannya dalam pelayaran, itu juga merupakan ruang pertemuan bagi Ma Dexin. Di Yangon, dia tinggal dengan seorang pedagang dari Surat (di India), dan di Makkah, dia tinggal di rumah orang Jawi, mengacu pada orang Melayu," kata Jeong.
Rute perjalanan haji itu penting dalam mempelajari hubungan China-Timur Tengah. Mirip jalur maritim BRI dengan Samudera Hindia sebagai pusat perdagangan. Catatan Ma Dexin tentang rute utara ke Makkah, yang melewati Asia Tengah dan Iran, juga menunjukkan kesamaan dengan rute BRI kontinental saat ini.
Sebagai tujuan rute ziarah Muslim, Makkah adalah rumah bagi populasi diaspora. Kota dan daerah sekitarnya memiliki klaster komunitas diaspora dari seluruh Asia. Berkat rute ziarah dan meningkatnya pertukaran antara China dan Timur Tengah dan gejolak politik di Cina pasca-Qing, diperkirakan sekitar 2.000 "Cina Rantau" tinggal di Hijaz (saat ini bagian dari Arab Saudi) pada tahun 1939. Sebagian besar dari mereka terdiri dari Muslim Uyghur Turki dari Xinjiang dan juga sejumlah Muslim Hui dari Cina barat.
Titik balik bagi diaspora Muslim Cina adalah kekalahan pemerintah Nasionalis dalam Perang Saudara Cina. Beberapa pelarian Muslim dari Komunis China mencari pengasingan di Makkah ketika pemerintah Nasionalis melarikan diri ke Taiwan, mengakibatkan gelombang komunitas diaspora Muslim China di Arab Saudi.