Kamis 15 Jul 2021 15:09 WIB

Muslim Eropa Hadapi Peningkatan Serangan Daring dan Fisik

Islamofobia dan antisemitisme telah menjadi kejadian sehari-hari di Jerman.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Eropa Hadapi Peningkatan Serangan Daring dan Fisik. Muslim Tatar di Eropa.
Foto:

Perwakilan Khusus Dewan Eropa mengatakan Internet terlalu banyak kekosongan hukum dan mendorong pelaku peniru. Teroris yang menyerang sebuah sinagog di Halle pada tahun 2019 mengalirkan aksinya secara online, meniru prosedur yang dia lihat dalam  serangan terhadap sebuah masjid hanya beberapa bulan sebelumnya di Christchurch, Selandia Baru.

Holtgen menunjukkan langkah pertama untuk kontrol yang lebih baik dibuat dengan undang-undang UE akhir tahun lalu: itu membuat platform online bertanggung jawab atas konten yang diposting di sana. "Sekarang," katanya, "kita harus memastikan bahwa platform ini benar-benar mematuhi hukum."

Ancaman bagi demokrasi

The ketua Dewan Muslim di Jerman, Aiman Mazyek, setuju bahwa kebencian online adalah "fenomena baru". Tetapi jumlah kasus telah meroket.

Pada 2020 saja ada lebih dari 1.000 insiden kriminal dan hampir 150 serangan fisik terhadap masjid di seluruh Jerman. Mazyek berharap survei Dewan Eropa akan memberikan momentum segar untuk tindakan yang lebih tegas terhadap agresi semacam ini. "Sama seperti antisemitisme dan rasialisme, serangan terhadap Muslim adalah serangan terhadap kebebasan dan demokrasi di negara kita," kata Mazyek.

Holtgen enggan membuat penilaian konkrit terkait kebijakan berbagai negara Uni Eropa. Tapi dia memuji Menteri Dalam Negeri Jerman Horst Seehofer: dewan ahli yang dibentuk Seehofer pada September 2020 bisa menjadi model bagi negara lain. 

Ini dewan independen atas Islamophobia terdiri dari 12 sarjana yang bertugas menganalisis ekspresi baru dan mengubah bentuk sentimen anti-Muslim dan bagaimana mereka sesuai dengan kecenderungan anti-Semit dan anti orang dalam masyarakat Jerman.

Holtgen menekankan Dewan Eropa hanya memeriksa delapan dari 47 anggota Dewan. Tetapi dari delapan ini, beberapa di antaranya adalah komunitas Muslim terbesar Jerman, Prancis, Inggris, dan Austria. 

Komisi Eropa untuk Rasialisme dan Intoleransi (ECRI) berencana untuk menerbitkan rekomendasi politik konkret dalam beberapa bulan ke depan untuk memberikan pedoman politikus untuk memerangi anti-Semitisme dan Islamofobia.

Imam A berharap saran-saran konkrit dapat mendorong lebih banyak politisi dan jurnalis untuk datang dan mampir langsung ke masjidnya. "Kami bukan kotak hitam. Kami hanya bagian dari masyarakat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement