REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Keuangan mencatatkan penempatan dana haji melalui surat berharga syariah negara (SBSN) sebesar Rp 89,92 triliun pada Juli 2021. Di dalam nota kesepahaman antara menteri keuangan dan menteri agama pada 22 April 2009, isinya menempatkan dana haji dan dana abadi umat ke SBSN dengan cara private placement.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan penempatan dana haji untuk mengurangi risiko default, memberikan alternatif investasi yang aman, dan memberikan imbal hasil kompetitif.
““Selanjutnya sukuk itu disebut sukuk dana haji Indonesia. Total penempatan dana haji melalui SBSN untuk outstanding per Juli 2021 mencapai Rp 89,92 triliun,” ujarnya saat diskusi virtual seperti dikutip Selasa (20/7).
Menurutnya salah satu tugas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mengembangkan dana haji untuk investasi yang berkelanjutan.
“Dalam pengembangan dana haji, BPKH harus menempatkan dana umat ke dalam instrumen investasi syariah secara hati-hati, aman, dan bermanfaat,” katanya.
Prima menjelaskan penempatan dana haji pada perbankan syariah memberi dampak positif. Nantinya dana yang besar tersebut dapat dikembangkan institusi keuangan intermediasinya terhadap sektor riil.
Akan tetapi, karena jumlahnya sangat besar, perbankan syariah tidak bisa mengelola semuanya karena ada keterbatasan. Oleh karena itu, alternatif yang paling baik adalah menempatkannya pada sukuk negara.
“Penempatan dana haji pada sukuk bukanlah merupakan barang baru. Inisiasi dana haji pertama kali dilakukan pada 2009,” ucapnya.
“Selain mendukung pengembangan SBSN, penempatan dana pada SBSN juga mempermudah pengeloalaan portofolio dan membantu dalam transparansi penempatan dana haji yang selama ini sering mendapat sorotan dari masyarakat,” ucapnya.