IHRAM.CO.ID, Perbankan telah menjadi salah satu pilihan masyarakat ketika mencari dana pinjaman. Ada nasabah yang bertanggung jawab atas utangnya. Namun tak sedikit juga yang justru tak mampu melunasi utangnya.
Alhasil aset-aset nasabah yang mempunyai utang pun disita pihak bank. Akan tetapi bagaimana bila aset yang disita juga tak mampu menutupi utang? Sedangkan nasabah sudah jatuh miskin. Apakah nasabah bisa dibebaskan dari utangnya? Bagaimana penjelasannya dalam fiqih Islam?
Pakar fiqih yang juga sekretaris bidang Perbankan Syariah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Ustadz Muhammad Maksum menjelaskan dalam hukum Islam secara prinsip seseorang yang berutang harus membayar utangnya lunas. Ketika seseorang meninggal dunia dan masih memiliki utang maka harta warisannya harus terlebih dulu dipergunakan untuk melunasi utang.
Lebih lanjut ustaz Maksum menjelaskan utang bisa dalam bentuk meminjam uang atau dalam sebagai sisa pembayaran jual beli cicilan yang belum lunas atau belum dibayarkan. Ketentuan utang piutang dalam syariat Islam di antaranya juga mengatur bahwa orang yang berutang harus membayarkan dengan nominal yang sama jumlahnya. Sementara pemberi utang tidak boleh meminta tambahan dana atau menerapkan bunga kepada yang berutang.