Rabu 18 Aug 2021 14:35 WIB

Empat Mahasiswa Hong Kong Dituduh Mengadvokasi Terorisme

Polisi Hong Kong menangkap empat mahasiswa yang dituduh mengadvokasi terorisme

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
 Petugas polisi berpatroli di Hong Kong
Foto: AP/AP
Petugas polisi berpatroli di Hong Kong

IHRAM.CO.ID, HONG KONG -- Sebanyak empat mahasiswa ditangkap kepolisian Hong Kong. Mereka dianggap 'mengadvokasi terorisme'. Bulan lalu serikat mahasiswa mengirimkan mosi duka atas kematian seorang pria 50 tahun yang bunuh diri usai menusuk seorang petugas polisi.

Polisi mengatakan pada 1 Juli lalu seorang petugas polisi yang sedang bertugas mencegah unjuk rasa di hari peringatan penyerahan kembali Hong Kong dari Inggris ke Cina, ditusuk dari belakang. Kemudian pelaku menusuk dadanya sendiri dengan pisau kemudian tewas di rumah sakit.

Sementara petugas yang ditusuk mengalami pendarahan di paru-aru. Tapi polisi berusia 28 tahun itu selamat. Menteri Keamanan Hong Kong Chris Tang menggambarkan insiden itu sebagai aksi teroris pelaku tunggal.

Tak lama setelah itu puluhan anggota serikat mahasiswa Hong Kong University meloloskan mosi untuk memperingati kematian pria 50 tahun itu dan 'mengapresiasi' pengorbanannya. Ketua serikat mengundurkan diri dan meminta maaf atas mosi yang tak pantas.

Polisi menggerebek kantor serikat mahasiswa tersebut dan hubungan universitas dengan serikat pun merenggang. Tiga puluh mahasiswa yang menandatangani mosi itu dilarang masuk kampus.

"Mosi tersebut sangat mengejutkan, itu merasionalisasikan dan mendukung terorisme," kata Inspektur Senior Steve Li.

Li menambahkan selain itu mosi tersebut juga mendorong orang untuk melakukan percobaan bunuh diri. "Dan tidak sesuai dengan standar moral kami," tambahnya.

Li mengatakan empat mahasiswa yang ditahan berusia antara 18 hingga 20 tahun. Polisi akan menginterogasi mahasiswa yang mendukung mosi tersebut. Polisi Hong Kong tidak menyebutkan nama orang-orang yang sedang diselidiki.

Sejak gelombang unjuk rasa anti-pemerintah 2019 lalu Hong Kong mengalami gejolak politik. Demonstrasi yang terhenti oleh pandemi virus korona itu menuntut demokrasi dan pertanggungjawaban polisi atas kekerasan yang dilakukan pada pengunjuk rasa.

Pihak berwenang Hong Kong selalu membantah melakukan kekerasan. Gelombang unjuk rasa itu mendorong Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional yang baru tahun lalu.

Sejak undang-undang tersebut diterapkan petugas keamanan Hong Kong menangkap oposisi-oposis pemerintah. Kritikus mengatakan legislasi itu membungkam kebebasan berpendapat. Sementara pendukungnya mengatakan undang-undang itu mengembalikan stabilitas.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement