IHRAM.CO.ID, KAIRO -- Lagu-lagu himne Islam, lagu-lagu pujian untuk Tuhan dan Sholawat Nabi seringkali dilantunkan oleh kalangan Muslim laki-laki di Mesir dan Timur Tengah. Grup musik Islami perempuan nampaknya masih sangat tabu terutama di negara-negara muslim seperti di Mesir dan di Timur Tengah.
Kelompok paduan suara muslim, Al Hur mengubah tradisi itu. Al Hur merupakan kelompok paduan suara muslim perempuan pertama di Mesir.
Mereka bertekad untuk mengubah itu, menantang tabu yang mengakar tentang perempuan dilarang bernyayi di depan umum atau membaca Alquran di negara yang secara sosial konservatif.
"Hadirnya suara perempuan tidak hanya mematahkan stereotip sosial tentang penyanyi perempuan. Ini juga memberikan gaya baru yang khas pada seni yang selama ini hanya didominasi oleh laki-laki,” kata pendiri Al Hur, Nema Fathi (26), dilansir dari Aljazirah, Kamis (26/8).
Grup Al Hur beranggotakan tujuh orang perempuan. Mereka berlatih di sebuah studio berpanel kayu. Mereka memindai lirik di ponsel mereka sebelum menutup mata dan menyanyikan himne, disertai iringan piano dan drum.
Fathi mempraktikkan bentuk musik religius yang dikenal sebagai "inshad" yang melantunkan syair-syair agama atau pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad. Praktik tersebut, terutama di Timur Tengah, seperti nasyid hampir selalu dinyanyikan oleh kaum laki-laki, sehingga ketika perempuan yang menampilkan musik atau bernyanyi di depan umum sering dianggap sebagai promiscuous.
Fathi tidak menampik jika dirinya kerap menghadapi kritik berulang sejak dia mendirikan Al Hur pada 2017 lalu. "Sejak berdirinya paduan suara, kami telah menghadapi serangan luas oleh beberapa tokoh Muslim terkemuka yang membuat kami putus asa untuk mengambil langkah ini,” katanya.
“Beberapa mengatakan kepada kami bahwa suara seorang perempuan tidak terhormat. 'Bagaimana anak perempuan bisa menyanyikan lagu-lagu religi?' kata mereka. Tapi kami menantang diri kami sendiri untuk membuat band ini sukses,” tambah Fathi.
Fathi membayar sekitar 500 pound Mesir (32 dolar AS) per jam untuk menyewa studio, di mana dia menawarkan latihan mingguan gratis yang berlangsung antara tiga hingga lima jam. Namun, anggota paduan suara harus membayar transportasi untuk menghadiri latihan dan ada sekitar 50 konser selama empat tahun terakhir.
Itu telah mengurangi keanggotaan dari 30 menjadi hanya 10 orang saat ini. "Kebanyakan dari mereka menikah dan mulai mengurus keluarga,” kata Fathi.
Setelah menikah, banyak dari suami para anggotanya tidak mendukung Al Hur. Namun, terlepas dari kesulitan yang mereka hadapi, anggota Al Hur bertekad untuk terus maju.
Fathi berjuang untuk menemukan konduktor perempuan untuk grup paduan suaranya. Namun tidak pernah mendapatkan karena tidak ada konduktor yang rela untuk melatih mereka secara gratis. Saat ini, konduktor mereka adalah Ahmed Galal adalah satu-satunya pria di studio.
Sondos Medhat (14) adalah anggota termuda kelompok itu. Medhat menghadiri latihan bersama ibunya, Amira, yang mengabaikan anggapan bahwa hanya laki-laki yang boleh melakukan nasyid.
"Sebaliknya, secara historis wanita Muslim telah menjadi bagian dari bidang nyanyian dan pengajian. Juga, mereka memberikan cita rasa khusus dan unik pada seni, sangat berbeda dari yang disajikan oleh pria,” kata pria berusia 45 tahun itu kepada Thomson Reuters Foundation.
Kelompok ini sibuk berlatih untuk festival musik religi bulan depan dan juga sedang mengerjakan remix nasyid tentang Nabi Muhammad yang akan dirilis di situs berbagi video YouTube akhir tahun ini.
Fathi mengatakan dia berharap suatu hari nanti bisa membuka sekolah menyanyinya sendiri, meskipun ada kendala keuangan dan birokrasi.
“Itu selalu menjadi mimpi bagi saya untuk mendirikan sebuah akademi untuk mengajar generasi baru lagu-lagu religi anak perempuan, sebuah akademi yang dapat memberikan sajak feminin untuk nyanyian Muslim," ungkapnya.