IHRAM.CO.ID, AUCKLAND -- Insiden penusukan di Auckland, Selandia Baru, pada Jumat (3/9) lalu telah menghidupkan kembali perasaan syok dan trauma yang dialami komunitas Muslim dari serangan di Christchurch pada 2019 silam. Bagaimanapun, Muslim di negara itu mengecam serangan di Auckland sebagai tindakan yang bertentangan dengan keyakinan Islam.
Pada Jumat sore, seorang pria melakukan serangan dengan menggunakan pisau terhadap pembeli di Countdown di LynnMall, Auckland barat. Serangan tersebut disebut dilakukan karena 'terinspirasi ISIS'. Tujuh orang terluka dalam serangan teroris itu, termasuk tiga orang yang masih dalam kondisi kritis hingga Ahad (5/9) pagi.
Pria pelaku serangan kemudian ditembak mati oleh polisi. Pelaku kemudian diidentifikasi sebagai warga negara Sri Lanka berusia 32 tahun bernama Ahamed Aathil Mohamed Samsudeen.
Ketua Federasi Asosiasi Islam Selandia Baru, Abdur Razzaq, mengatakan kepada TVNZ bahwa ketika peristiwa itu terjadi, telepon mulai berdering dan seketika membangkitkan semua trauma dan semua perasaan yang mereka miliki tentang kehilangan.
"Perhatian kami begitu terpusat pada para pekerja di Countdown, mereka yang menyaksikan, mereka jelas merasakan trauma. Trauma ini akan berlangsung untuk sementara waktu karena kami melihat korban 15 Maret (2019) masih menderita," kata Razzaq, dilansir di laman About Islam, Selasa (7/9).
"Pikiran pertama dan terpenting kami bersama para korban, keluarga mereka, teman-teman mereka dan kami berdoa untuk pemulihan segera mereka," lanjutnya.
Asosiasi Muslim Canterbury telah membuat halaman Givealittle untuk para korban serangan Auckland. Laman penggalangan dana itu telah mengumpulkan lebih dari 24.000 dolar.
Peristiwa serangan ini telah membangkitkan rasa prihatin mendalam dari komunitas Muslim Selandia Baru. Mereka juga mengecam serangan di Auckland tersebut.
"Hati kami bersama mereka, dan mereka harus tahu kami bersama mereka, dan kami berdo'a untuk mereka, untuk pemulihan yang cepat. Kia kaha, saya akan mengatakan kepada mereka, kita adalah satu, kita bersama mereka, kita mencintai mereka," kata korban selamat 15 Maret Temel Atacocugu, yang ditembak sembilan kali di masjid Al Noor.
Beberapa pihak mengambil kesempatan untuk menyebarkan pesan kebencian anti-Muslim. Namun, anggota komunitas Muslim Selandia Baru menggunakan media sosial untuk mengutuk peristiwa tersebut.
Banyak warganet yang menyuarakan bahwa teroris bukan salah satu dari komunitas Muslim, dan menyebut bahwa pelaku adalah 'serigala tunggal' dan tidak ada hubungannya dengan iman dan keyakinan mereka. Beberapa warganet juga bahkan ada yang menyampaikan permintaan maaf atas tindakan penyerang tersebut.
Pesan itu kemudian disambut dengan curahan cinta dari warganet lain yang mengatakan bahwa Selandia Baru tidak menyalahkannya. Sementara itu, Perdana Menteri Jacinda Ardern mengutuk serangan kekerasan tersebut dengan mengatakan itu tidak berperikemanusiaan.
"Itu tercela, itu penuh kebencian, itu keliru. Itu dilakukan oleh individu, bukan keyakinan, bukan budaya, bukan etnis, tetapi individu yang dicengkeram oleh ideologi yang tidak didukung di sini oleh siapa pun atau komunitas manapun. Dia sendiri yang bertanggung jawab atas tindakan ini. Biarkan itu menjadi tempat penghakiman yang turun tangan," kata Ardern, seperti dilaporkan Newshub.
Islam di Selandia Baru adalah afiliasi keagamaan yang mewakili sekitar 1,3 persen dari total populasi. Sejumlah kecil imigran Muslim dari Asia Selatan dan Eropa Timur menetap di Selandia Baru dari awal 1900-an hingga 1960-an.
Imigrasi Muslim skala besar dimulai pada 1970-an dengan kedatangan orang India Fiji, diikuti pada 1990-an oleh pengungsi dari berbagai negara yang dilanda perang. Pusat Islam pertama di Selandia Baru dibuka pada 1959 dan sekarang ada beberapa masjid dan dua sekolah Islam.