Meskipun tubuhnya lemah dan matanya tidak dapat melihat karena siksaan kaum pejajah, Pak Idham terus memanjatkan doa dan melaksanakan shalat di dalam penjara. Di dalam penjara, bahkan Pak Idham melakukan shalat hajat 41 kali atau 82 rakaat, dan ditambah shalat witir tiga rakaat.
Perjuangan Pak Idham pantas untuk diteladani bagi generasi muda sekarang, baik pada masa penjajahan maupun saat terjun ke dunia politik. Pak Idham memang bukan sosok yang berasal dari kota besar, ia hanyalah orang kampung yang merintis kariernya dari tingkat paling bawah.
Namun, karena gigih dalam berjuang dan memiliki semangat dalam belajar dan menempa diri, Pak Idham akhirnya mampu mencapai puncak kepemimpinan nasional. Kesungguhannya dalam belajar juga mampu membuatnya memiliki peran ganda sebagai ulama dan politisi.