IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang kontribusi zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf) dapat difokuskan untuk pemulihan ekonomi, imbas dari pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun.
"UMKM sulit memasarkan produknya melalui pasar online (market place) dan mahalnya bahan-bahan produksi serta daya beli masyarakat juga menurun. Karenanya dalam pemulihan ekonomi harus 'bersahabat' dengan pandemi Covid-19," ujar Sekjen MUI Amirsyah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (13/9)
Amirsyah mengatakan kontribusi Ziswaf perlu didorong untuk menaikkan taraf hidup golongan fakir (hanya memiliki pendapatan kurang dari 50 persen kebutuhan hidup layak), miskin (kisaran pendapatan mereka sekitar 50-99 persen dari standar kebutuhan hidup layak), dan fakir miskin (orang yang hidup di bawah garis kemiskinan).
Dalam mendukung hal tersebut, maka MUI mendorong para muzaki di atas standar hidup layak (had kifayah) untuk mencapai garis nishob agar membayar zakat serta menggerakkan wakaf produktif melalui bank wakaf mikro.
"Dalam kondisi seperti ini Ziswaf telah berkontribusi yang signifikan. Kebijakan PSBB, PPKM, yang berdampak pada aktivitas ekonomi, terutama pada kalangan pekerja rentan dan mustahik telah direspon dengan bijak oleh organisasi pengelola zakat dan wakaf seperti BAZNAS, BPKH, Aksi Cepat Tanggap (ACT)," kata dia.
Di satu sisi, MUI meminta agar BAZNAS dan lembaga amil zakat (LAZ) yang dikelola Ormas Islam dapat merealisasikan program bantuan sosial (social safety net) melalui program cash for work (CFW) yaitu memberikan uang tunai untuk sebuah pekerjaan kepada para pekerja rentan.
Kemudian, pada level UMKM hendaknya BAZNAS dan LAZ dapat menyalurkan dengan menggunakan voucher atau tiket kepada keluarga mustahik yang membutuhkan.
"Baznas dapat melakukan konsolidasi program bersama organisasi pengelola zakat di Indonesia untuk merealokasi rencana kerja dan anggaran tahunan untuk penanganan dampak Covid-19 terhadap mustahik di seluruh Indonesia," kata dia.
Menurutnya, pada 2018 tercatat ZIS yang dikumpulkan sebesar Rp8,1 triliun yang sebagian besarnya dihimpun dari zakat penghasilan sebesar 40,68 persen. Jumlah itu memang masih kecil apabila dibandingkan dengan potensi zakat sebesar Rp 233,8 triliun atau realisasinya masih sekitar 3,4 persen.
Dari sejumlah hasil studi, kata dia, menunjukkan kurangnya literasi edukasi untuk mengaktualisasikan potensi Ziswaf baik penyaluran maupun pengumpulan dana ZIS dari sektor pertanian, peternakan, pertambangan, hingga profesi.
"Masih tingginya gap realisasi dengan potensi tersebut bisa jadi memang karena kesadaran kolektif umat Islam membayar zakat di Indonesia perlu diedukasi sehingga potensi Ziswaf secara ideal sejalan dengan potensi aktual," katanya.