IHRAM.CO.ID, BERN -- Maymunah Ahmed hanya salah satu perempuan Muslim di ibu kota Swiss, Bern. Dia mengenakan jubah abaya dan hijab hijau tua yang dikenakannya tetap menjadi pemandangan yang tidak biasa di ibu kota Swiss itu.
"Pulanglah, buka jilbabmu. Saya telah mengalami semuanya," kata Maymunah mengenang apa yang dialaminya, dilansir dari laman Swiss Info.
"Saya dapat membayangkan, penampilan luar saya bermasalah bagi sebagian orang, tetapi itu tidak menjamin diskriminasi sehari-hari yang saya hadapi," tambahnya.
Selama 20 tahun sejak tragedi 9/11, pemuda Muslim Swiss menghadapi meningkatnya sentimen anti-Islam, yang dipicu oleh debat politik dan narasi media yang menciptakan perpecahan antara Muslim Swiss dan masyarakat luas.
Maymunah adalah keturunan Mauritania dan Somalia. Dia tiba di negara itu pada usia dua tahun setelah orang tuanya melarikan diri ke Swiss sebagai pengungsi. Dia sekarang menabung untuk sekolah kedokteran di Bern dan merupakan salah satu dari sekitar 391 ribu Muslim berusia di atas 15 tahun yang membentuk sekitar 5,4 persen dari populasi Swiss.
"Saya telah diberitahu bahwa saya harus kembali ke tanah air saya, bahwa saya harus meninggalkan negara itu. Ada area di mana saya benar-benar merasa diterima, tetapi tidak diragukan lagi ada saat-saat di mana saya memiliki keraguan dan mempertanyakan apakah saya aman," ujarya saat ditanya tentang bagaimana perasaannya saat tinggal di Swiss.