Selasa 05 Oct 2021 17:44 WIB

KH Muslih Al-Maraqi, Ulama Berjiwa Patriot (II)

KH Muslih al-Maraqi termasuk ulama dengan jiwa rela berkorban.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Santri tempo dulu tengah mengaji.
Foto:

Perannya kira-kira sama seperti yang dilakukan Kiai Subkhi Temanggung. Kiai Muslih kerap memberikan bekal kepada para anggota laskar, yakni berupa doa-doa dan wirid. Amalan yang sama juga diajarkannya kepada para santri. Doadoa tersebut tak hanya memberikan ketenangan batin. Rasa percaya diri para pejuang juga disebut meningkat setelah merapalkan doa itu.

Saat terjadi peristiwa G-30-S/PKI pada 1965, Kiai Muslih juga membekali santrinya dengan doadoa. Karena, saat itu banyak anggota atau simpatisan komunis yang mengincar para santri Futuhiy yah. Alhasil, banyak pemuda Muslimin diterpa ketakutan.

Namun, mereka kembali tenang setelah dikumpulkan oleh Kiai Muslih di pelataran masjid pesantren. Ia berpesan, Para santri tenang, tidak usah khawatir, tidak usah takut. Saya kasih ijazah ini. Baca 'maliki yaumiddin' tiga kali sambil tidak bernapas; hentakkan kaki ke tanah; nanti kamu bisa menghilang. Musuh tidak melihat kamu.

Sang kiai juga menyuruh mereka untuk menuliskan lafaz Allah di telapak tangan masing-masing. Saat di medan pertempuran, terus genggam telapak itu. Terus genggam. Kalau (tangan) dipakai un tuk memukul musuh, dia akan tersungkur, kata nya.

Sesudah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda, situasi berangsur-angsur kondusif. Maka, banyak anggota Laskar Hizbullah diangkat menjadi tentara. Bagaimanapun, Kiai Muslih bersama dengan para ulama lainnya lebih memilih kembali ke pesantren. Ia berfokus untuk menyebarkan ilmu-ilmu agama di tengah masyarakat. Semua itu dilakukannya dalam rangka mengamalkan keikhlasan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement