Rabu 06 Oct 2021 16:10 WIB

Kiai Miftah, Ulama Tawadhu dari Tegal (II)

Jiwa perjuangan Kiai Miftah didorong oleh niat suci mencari ridha Allah SWT.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
(Ilustrasi) Masyarakat Muslim Kabupaten Tegal tidak akan melupakan nama Kiai Miftah
Foto:

Ia juga mendirikan MTs Nahdaltul Ulama (NU) dan SMA NU Wahid Hasyim, MTs NU Sunan Kalijaga, dan Yayasan Amal Umat Islam (Yaumi). Masyarakat Muslim Kabupaten Tegal tidak akan melupakan nama Kiai Miftah karena jasa-jasanya dalam pembangunan umat. Dengan segala konsekuen dan disiplinnya, ia juga pernah menjadi rais syuriah Pengurus Cabang NU Tegal hingga empat periode dari 1972 sampai 1984.

Baginya, hidup adalah perjuangan dan pengabdian. Itulah yang dijadikan semboyan dalam menjalani hidup. Dalam bukunya yang berjudul "Kiai Miftah Tegal", Abdul Fatah menjelaskan, beberapa kiprah dan perjalanan hidup Kiai Miftah selalu berorientasi pada perjuangan membangun umat agar menjadi manusia yang bernilai di hadapan Tuhan dan manusia.

Sifat perjuangan Kiai Miftah sudah tampak sejak di pesantren. Contoh konkretnya adalah ketika Kiai Miftah berangkat bersama para santri dalam mempertahankan kemerdekaan, bertempur melawan penjajah pada 10 November 1945 di Surabaya, yang akhirnya tanggal itu ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari pahlawan.

Menurut Abdul Fatah, jiwa perjuangan Kiai Miftah didorong oleh niat suci mencari ridha Allah Swt dan mengamalkan ajaran hadits Nabi SAW, "Khairunnasi anfa'uhum linnas", sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain.

Selama hidupnya, Kiai Miftah telah menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Namun, setiap manusia tidak bisa menolak datangnya kematian. Setelah melakukan pengabdian dan berjuang mewujudkan kemerdekaan, dai ini akhirnya dipanggil oleh Allah Ta'ala pada Senin, 7 Nopember 1994. Umat Islam, khususnya di Tegal, pun menangisi kepulangannya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement