IHRAM.CO.ID, QUEBEC -- Fariha Naqvi-Mohamed, pendiri dan pemimpin redaksi CanadianMomEh.com, mengulas soal islamofobia yang tumbuh di kota Quebec, yang dimuat di laman Montreal Gazette. Dia menyampaikan, ada beberapa hal yang memunculkan Islamofobia dalam kampanye pemilu dan politik.
Sayangnya, tidak ada yang baru tentang kandidat politik yang menjadi panutan konstituen rasis, di Quebec dan di tempat lain. Sebagai seorang wanita Muslim Kanada kelahiran Quebec yang sangat bangga, Fariha merasa jijik bahwa seorang anggota partai politik di Kota Quebec telah membandingkan Islam dengan kanker menjelang pemilihan kota 7 November.
"Kita seharusnya tidak menjadi sasaran kekerasan semacam ini terhadap komunitas Muslim di ibukota provinsi kita kurang dari lima tahun setelah mereka harus mengubur enam jemaah menyusul salah satu aksi terorisme terburuk di tanah Kanada," kata Fariha.
Alain Giasson, yang mencalonkan diri sebagai walikota, meyakini bahwa mantan ketua masjid tempat penembakan massal terjadi, Boufeldja Benabdallah, mempromosikan islamisasi di ibukota provinsi itu. Saat ini sendiri Benabdallah mencalonkan diri sebagai dewan untuk partai lawan.
Bagi Fariha, komentar seperti itu tidak boleh ditoleransi. Namun komisi pemilihan provinsi mengatakan tidak memiliki kekuatan untuk berbuat apa-apa. "Tidak ada dalam undang-undang kami yang mengatakan jika seseorang membuat pernyataan seperti itu, pencalonannya ditarik. Terserah pemilih untuk membuat pilihan mereka ketika saatnya tiba pada pemungutan suara," kata juru bicara Julie St-Arnaud.
Jika komisi pemilihan tidak memiliki kekuatan untuk melakukan apa-apa, maka mungkin harus diberikan kekuatan tersebut. Jika tidak ada dalam undang-undang yang akan memaksa kandidat seperti itu untuk mundur, maka mungkin undang-undang tersebut harus direvisi.