IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Balitbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) baru-baru ini merilis hasil survei indeks kesalehan sosial (IKS) masyarakat Indonesia. Hasilnya, disampaikan IKS tahun 2021 masuk kategori sangat baik, skor nasional 83,92.
Cendekiawan Muslim Indonesia, Prof Azyumardi Azra, menyebut di Indonesia saat ini tidak ada kaitan ketaatan ibadah dengan perilaku sosial. Bahkan sebaliknya, terdapat kesenjangan mencolok yang belum kunjung terjembatani.
"Berbagai survei menemukan, kaum Muslim Indonesia memiliki tingkat kesetiaan dan ketaatan yang tinggi dalam menjalankan ibadah. Tetapi di tengah kesemarakan ibadah, ritual dan simbolisme keagamaan lainnya, terlihat pula meningkatnya pelanggaran nilai-nilai yang dilatihkan lewat puasa dan ibadah-ibadah lain," ujarnya dalam pesan yang diterima Republika, Rabu (13/10).
Ibadah puasa, misalnya, disebut mengajarkan dan melatih sikap amanah, kejujuran dan disiplin. Nilai-nilai ini seharusnya terwujud tidak hanya ketika menjalankan ibadah puasa, tetapi juga dalam kehidupan pasca-puasa dan pasca-Idul Fitri.
Nilai-nilai tersebut masih jauh terwujud dalam berbagai kehidupan kaum beriman. Banyak yang masih belum menjalankan amanah dan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terlihat berbagai penyimpangan seperti penyalahgunaan wewenang, ketidakadilan dan korupsi.
Ia pun menyebut beragam ibadah yang dilakukan Muslim mengantarkan umat beriman ke dalam keshalehan personal. Ke depannya, ibadah-ibadah ini juga meningkatkan keshalehan sosial dalam bentuk menguatnya solidaritas filantropis, menyantuni kaum yang lemah.
"Tetapi kesalehan personal dan sosial tidak memadai, jika kaum Muslimin ingin memberikan kontribusi lebih besar dan kian konstruktif, bagi kemajuan dan ketinggian martabat bangsa," lanjutnya.
Kemajuan bangsa bisa terwujud dengan ketaatan dan kepatuhan dalam menjalankan perintah agama dalam kehidupan publik, serta menjalankan ketentuan hukum yang bertujan mengatur kehidupan publik lebih baik. Dengan demikian, dapat mewujudkan kebajikan publik (public good) secara menyeluruh.
Prof Azyumardi Azra menekankan perlunya integrasi ketiga dimensi keshalehan di atas demi kebaikan yang lebih besar. Jika terjadi disintegrasi, maka kerancuan, kekacauan dan kontradiksi yang ada di masyarakat akan tetap bertahan.
"Ujungnya bisa lebih parah. Agama terlihat tidak menghasilkan dampak positif dalam kehidupan aktual. Untuk itu, Islam mengajarkan agar kaum Muslimin tidak beriman secara setengah-setengah," ujar dia.
Terakhir, Direktur Sekolah PascaSarjana UIN Jakarta ini menyebut jika terjadi disintegrasi di antara tiga dimensi tadi, kaum Muslimin menjadi pribadi yang terbelah.
Beriman dan ber-Islam sebaiknya dijalankan secara komprehensif dan sempurna. Jika hal ini bisa diaktualisasikan, Indonesia bisa menjadi negara relijius dalam berbagai aspek kehidupan, dimana nilai positif agama bisa benar-benar terwujud.