IHRAM.CO.ID, KABUL -- Krisis ekonomi membawa Afghanistan pada tekanan besar atas masalah pengangguran dan kemiskinan. Kini anak-anak gadis Afghanistan harus merelakan diri dijualbelikan dengan ternak, uang hingga senjata di bawah nama pernikahan.
"Beberapa keluarga telah menjual anak perempuan mereka yang berusia satu tahun untuk mendapatkan uang, ternak, dan senjata,” kata kantor berita Raha mengutip sumber, dilansir dari Alarabiya, Rabu (13/10).
Laporan itu menambahkan bahwa seorang gadis di bawah umur dihargai antara 100 ribu Afghani hingga 250 ribu Afghani atau setara dengan kisaran 1.108 hingga 2.770 dolar AS (Rp 15 juta sampai Rp 39 juta) di distrik-distrik terpencil di provinsi Ghur. Jika pembeli tidak memiliki uang tunai, ia akan memberikan senjata atau ternak sebagai gantinya.
Laporan tersebut mencatat bahwa meskipun praktik penjualan gadis di bawah umur bukanlah kejadian baru, hal itu menjadi lebih umum setelah Taliban menguasai Afghanistan pada 15 Agustus.
Berita tentang keluarga yang memperdagangkan anak perempuan mereka di bawah umur untuk keuntungan materi datang pada saat yang sensitif bagi pemerintah Taliban yang berusaha untuk mendapatkan pengakuan internasional.
Ada skeptisisme global yang meluas terhadap kemampuan kelompok itu untuk memastikan negaranya tidak menjadi surga bagi teroris dan bagi Taliban untuk melindungi hak-hak perempuan.
Sejak menguasai Afghanistan, Taliban berusaha memulihkan citra garis keras mereka dari era 1996-2001. Kala itu, mereka melakukan eksekusi di depan umum, pria yang tidak sholat di masjid yang dicambuk, gerakan wanita yang dibatasi dan interpretasi ekstrem atas hukum Islam dan Syariah.
Namun, tampaknya Taliban tidak banyak mengubah nilai inti mereka. Alih-alih membentuk pemerintahan yang inklusif, kabinet kelompok hanya terdiri dari anggota kelompok senior.
Kelompok itu juga membubarkan Kementerian Urusan Perempuan dan membawa kembali Kementerian Dakwah dan Pencegahan Kejahatan. Ini membubarkan banyak protes perempuan dengan kekerasan dan menunda kembalinya siswa perempuan ke sekolah ketika siswa laki-laki sudah mulai sekolah.