IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-7 pada 9-11 November di Hotel Sultan, Jakarta. Ada beberapa hal yang akan dikaji dalam agenda tiga tahunan tersebut.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan, Ijtima Ulama Komisi Fatwa merupakan forum permusyawaratan lembaga fatwa nasional yang akan membahas berbagai masalah strategis keumatan dan kebangsaan. Dia mengatakan, ada tiga masalah utama yang dibahas.
Tiga itu ialah persoalan strategis kebangsaan, fikih kontemporer, dan perundang-undangan. Masalah strategis kebangsaan ini antara lain soal pemaknaan jihad, khilafah dalam konteks NKRI, kepemilikan tanah, dan reformasi agraria untuk mewujudkan kemaslahatan.
"Untuk masalah fikih kontemporer, antara lain tentang cryptocurrency, pendayagunaan zakat untuk kemaslahatan, nikah online, pinjaman online, alih fungsi lahan pertanian," jelasnya kepada Republika.co.id, Kamis (14/10).
Sedangkan untuk persoalan perundang-undangan, di antara yang dibahas adalah rancangan undang-undang minuman beralkohol dan regulasi tentang pemilu. Ni'am juga menambahkan, agenda ijtima tersebut diselenggarakan secara hybrid dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat.
"Agenda ini diikuti oleh seluruh pimpinan anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI Provinsi se-Indonesia, pimpinan pesantren, Ma'had Aly, dan perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI)," ujarnya.
Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia terakhir digelar pada Juni 2018 lalu. Ijtima saat itu menghasilkan beberapa poin. Di antaranya, eksistensi NKRI pada hakekatnya adalah wujud perjanjian kebangsaan (al-mitsaq al-wathani) yang berisi kesepakatan bersama (al-muahadah al-jamaiyah) bangsa Indonesia.
Selanjutnya ialah perlunya upaya bela negara untuk mempertahankan eksistensi NKRI dengan memperkokoh karakter bangsa dan pilar-pilar kebangsaan, menuju tercapainya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik. Juga, upaya untuk memperkuat negara dan bangsa serta menghindari terjadinya pengkhianatan terhadap perjanjian kebangsaan.
Selain itu, setiap warga negara wajib melakukan bela negara, sehingga dapat mengantisipasi segala bentuk ancaman yang datang dari dalam maupun luar, pengkhianatan dan upaya pemisahan diri serta upaya mengubah bentuk negara-bangsa.