IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Penulis terkenal Irlandia Sally Rooney menjadi pusat perhatian setelah ia menolak untuk mengizinkan novel terbarunya diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani oleh sebuah perusahaan penerbit Israel. Ia telah menolak tawaran oleh penerbit Israel Modan untuk hak menerjemahkan buku tersebut.
Rooney mengatakan sikapnya itu merupakan bentuk dukungan atas seruan untuk memboikot Israel atas berbagai kebijakannya terhadap Palestina. Modan Publishing House mengatakan kepada Haaretz bahwa Rooney telah menolak permintaan terjemahan bahasa Ibrani dari novelnya yang berjudul " Beautiful World, Where are You?"
Modan bekerja dalam kemitraan dengan pemerintah Israel, memproduksi dan memasarkan buku-buku untuk Rumah Penerbitan Kementerian Pertahanan. Menurut surat kabar Israel, keputusan itu telah dikonfirmasi oleh agen Rooney. Pada Selasa (12/10), penulis berusia 30 tahun itu merilis sebuah pernyataan yang menjelaskan keputusannya.
Rooney mengatakan bahwa laporan baru-baru ini yang diterbitkan oleh Human Rights Watch dan organisasi hak-hak Israel B'Tselem telah mengkonfirmasi apa yang telah lama dikatakan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia Palestina, yakni sistem dominasi rasial Israel dan segregasi terhadap warga Palestina memenuhi definisi apartheid di bawah hukum internasional.
Dia menambahkan bahwa sementara banyak negara lain bersalah atas pelanggaran hak asasi manusia, dalam kasus khusus ini dia menanggapi seruan dari masyarakat sipil Palestina, termasuk semua serikat pekerja utama Palestina dan serikat penulis.
Rooney menekankan bahwa beberapa orang mungkin tidak akan setuju dengan keputusannya. Akan tetapi, menurutnya, dia tidak dapat berkolaborasi dengan perusahaan Israel yang tidak secara terbuka menjauhkan diri dari apartheid dan mendukung hak-hak rakyat Palestina yang ditetapkan PBB.
Ia merujuk laporan Human Rights Watch yang menuduh Israel melakukan kejahatan apartheid. Ia juga menegaskan keputusannya diambil sebagai dukungan atas gerakan pro-Palestina. Gerakan itu bernama Boycott, Divestment and Sanctions (BDS), yang menyerukan boikot total terhadap Israel.
"Hak terjemahan bahasa Ibrani untuk novel baru saya masih tersedia, dan jika saya dapat menemukan cara untuk menjual hak-hak (lisensi) ini yang sesuai dengan pedoman boikot institusi dari gerakan BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi), saya akan sangat senang dan bangga melakukannya," kata Rooney, dilansir di Middle East Eye, Jumat (15/10).
"Sementara itu saya ingin mengungkapkan sekali lagi solidaritas saya dengan rakyat Palestina dalam perjuangan mereka untuk kebebasan, keadilan dan kesetaraan," lanjutnya.
Novel terbaru Rooney "Beautiful World, Where are You? " melaju ke puncak di tangga penjualan buku terlaris di Inggris ketika buku itu rilis pada awal September lalu. Novel itu telah terjual lebih dari 40.000 eksemplar dalam lima hari. Jaringan toko buku Waterstones mengatakan bahwa buku itu menjadi buku fiksi terlaris tahun ini setelah hanya dijual selama satu pekan.
Pada Juli lalu, setelah operasi militer Israel di Gaza pada Mei 2021, Rooney adalah salah satu dari beberapa seniman yang menandatangani surat yang menyerukan kepada pemerintah untuk memangkas hubungan perdagangan, ekonomi dan budaya dengan Israel dan untuk mengakhiri dukungan untuk militer negara itu.
Sikap Rooney ini menuai pujian sekaligus kemarahan di media sosial. Beberapa komentator di media sosial mempermasalahkan cara pemboikotan budaya Rooney yang dibingkai oleh media, dalam apa yang mereka anggap sebagai implikasi keliru bahwa penulis memboikot bahasa Ibrani.
"Rooney tidak memboikot bahasa Ibrani melainkan sebuah penerbit Israel, dan fakta bahwa beberapa orang telah mencoba membingkainya sebagai boikotnya terhadap bahasa Ibrani adalah konyol," kata jurnalis dan analis Israel-Palestina Mairav Zonszein.
Sementara itu, keputusan Rooney ini disambut hangat oleh Kampanye Palestina untuk Boikot Akademik dan Budaya Israel (Palestinian Campaign for the Academic and Cultural Boycott of Israel/PACBI), kelompok yang didirikan oleh kalangan akademisi dan intelektual Palestina.
"Rooney bergabung dengan penulis internasional yang tak terhitung jumlahnya dalam mendukung boikot budaya institusional dari sektor penerbitan yang terlibat Israel, seperti halnya seniman progresif pernah mendukung boikot apartheid Afrika Selatan," kata PACBI dalam sebuah pernyataan pada Selasa.
Rooney dianggap sebagai salah satu penulis milenial paling sukses. Novelnya Normal People terjual lebih dari satu juta eksemplar dan diubah menjadi serial televisi yang diakui secara kritis.
Rooney kerap berbicara tentang politik sayap kirinya, dan sebelumnya telah menyatakan bahwa dia melihat dunia melalui "kerangka Marxis". Beberapa karakter dalam bukunya mendukung kasus-kasus progresif.
Khususnya, di novel berjudul Normal People, tokoh protagonis menghadiri protes terhadap kekerasan Israel terhadap Palestina selama perang 2014 di Gaza. Rooney bukanlah penulis pertama yang memboikot penerbit Israel.
Pada 2012, penulis pemenang hadiah Pulitzer Alice Walker menolak izin penerbit Yediot Books untuk mencetak edisi Israel dari novel klasiknya The Color Purple, karena Israel dinilai bersalah atas apartheid dan penganiayaan terhadap rakyat Palestina.
Dua tahun lalu, Middle East Eye (MEE) secara eksklusif mengungkapkan bahwa penulis Inggris-Pakistan Kamila Shamsie dicabut dari penghargaan sastra Jerman karena dukungannya terhadap gerakan BDS. Padahal, Shamsie saat itu telah diumumkan sebagai pemenang Nelly Sachs Prize, yang dinamai sesuai nama penyair Yahudi dan pemenang Nobel dan diorganisir serta didanai oleh kota Dortmund.
Namun, juri kemudian membalikkan keputusannya untuk menghormati Shamsie karena dia telah berpartisipasi dalam tindakan boikot terhadap pemerintah Israel atas kebijakan Palestinanya. Seperti Rooney dan Walker, Shamsie juga menolak bukunya diterjemahkan oleh penerbit Israel.
"Saya akan sangat senang untuk diterbitkan dalam bahasa Ibrani, tetapi saya tidak tahu ada penerbit (fiksi) Ibrani yang bukan Israel, dan saya mengerti bahwa tidak ada penerbit Israel yang benar-benar tidak terjera. dari negara," kata Shamsie pada 2018.
Shamsie juga mengomentari keputusan Rooney melalui cuitannya di Twitter pada Selasa lalu. Ia mengatakan, bahwa dirinya membayangkan semua penulis yang telah menolak untuk menjual hak terjemahan di Israel karena mendukung BDS tidak memiliki keinginan untuk memboikot sebuah bahasa.
"Tindakan kami menghormati seruan dari masyarakat sipil Palestina untuk memboikot institusi yang terkait dengan negara Israel," kata Shamsie.