IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Pemerintah diminta tidak membahas masalah denda dalam penyelenggaraan umroh dan haji. Pasalnya sampai saat ini umroh di masa pandemi belum dimulai.
"Belum ada hasil, umroh saja belum mulai, sementara denda mau diberlakukan," kata Sekjen Amphuri, Syatiri Rahman saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (11/11).
Syatiri Rahman mengatakan, kemarin Rabu (10/11) Asosiasi Umroh dan Haji diundang pemerintah melalui Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian Keuangan dan Kementerian Agama untuk membahas masalah denda dalam penyelenggaraan umroh dan haji. Nantinya denda ini akan menjadi penerimaan negara bukan pajak PNBP.
Di antara pihak yang hadir di antaranya Direktorat PHU Kemenag RI, Direktur Anggaran Kemenkeu RI dan para pimpinan dari delapan Asosiasi Umroh Haji Nasional di antaranya Himpuh, Amphuri, Asphurindo, Kesthuri, Sapuhi, Ampuh, Gaphura, Asphuri.
Namun, dari hasil pembahasan rapat tersebut belum menghasilkan kesepakatan apapun, hanya memaparkan draf usulan jenis pelanggaran dan nilai besaran denda per pelanggaran.
Di saat seluruh elemen dan stakeholders memfokuskan diri kepada persiapan pembukaan Umroh 1443H baik dari sisi Kemenag, Asosiasi, Kemenlu, Kemenhub, Kemenkes dan seluruh masyarakat Indonesia.
"Sepertinya agak kurang tepat jika pembahasan mengenai denda sebagai PNBP sesuai UU Ciptaker dibahas saat ini sekaligus memastikan peraturan ini sinkron dengan aturan Kemenag khususnya mengenai Siskopatuh terbaru," katanya.
Syatiri mengatakan, ketika saat yang tepat nantinya diperlukan waktu yang khusus untuk membahas secara detail jenis pelanggaran dan nominal denda yang akan masuk sebagai PNBP Secara prinsip karena sudah menjadi Undang Undang maka aturan mengenai denda PNBP ini tetap harus dijalankan.
Namun jenis pelanggaran dan besaran dendanya akan di tinjau kembali sekaligus proses analisa. Apakah ketentuan atau denda tersebut masih elevan dengan pola umroh yang banyak mengalami perubahan saat ini dan kedepannya. "Demikian laporan hasil rapat tersebut," katanya.