Senin 15 Nov 2021 21:23 WIB

Tujuh Pencegahan Penularan Penyakit Saat Haji di Masa Wabah

Tujuh Pencegahan Penularan Penyakit Saat Haji di Masa Wabah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Tujuh Pencegahan Penularan Penyakit Saat Haji di Masa Wabah. Foto: Ilustrasi Jamaah haji dan umroh pakai masker di masa pandemi covid-19
Foto: Republika
Tujuh Pencegahan Penularan Penyakit Saat Haji di Masa Wabah. Foto: Ilustrasi Jamaah haji dan umroh pakai masker di masa pandemi covid-19

IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Mencegah lebih baik daripada mengobati, hal ini dapat dilakukan oleh jamaah haji. Sudah saatnya jamaah haji diberikan eduksi bagaimana mencegah terinfeksi penyakit sebelum dan sesudah tiba di Tanah Suci.

"Karena tindakan pencegahan pasti memberikan dampak kepada para penyelenggara ibadah haji dan jamaah," tulis M Imran S Hamdani dalam bukunya Ibadah Haji di Tengah Pandemi Covid-19 Penyelenggaraan Berbasis Resiko.

Baca Juga

Di antara pencegahan penyakit ini adalah dengan tindakan preventif, untuk mencegah semakin meningkatnya angka kesakitan dan kematian serta menahan laju penularan penyakit. 

Menurut Imran S Hamdani, jika kita amati, maka tujuh tindakan penanggulangan wabah yang perlu diperhatikan.Tindakan-tindakan tersebut dibagi kedalam dua bagian. 

Pertama, tidak memberangkatkan jamaah haji saat terjadi lonjakan kasus di negara terjangkit. 

Dalam hal ini tentu contohnya adalah Prancis yang memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 1894 saat laju penularan penyakit sangat tinggi tinggi di negara kolonialnya, Afrika. Tindakan ini diambil untuk menghindari penyebaran penyakit yang lebih luas baik ke dalam maupun luar wilayah terjangkit. 

"Tindakan ini bersifat lokal, tetapi memberikan pengaruh positif pada dunia global kala itu dalam menekan laju penularan," katanya.

Kedua, memberikan informasi yang jelas mengenai situasi dan kondisi penanganan wabah di tanah suci. 

Satu pelajaran yang tidak kalah penting dalam penanggulangan wabah adalah komunikasi. Di Nusantara, pemerintah kolonial Belanda memerintahkan para bupati untuk menyampaikan kondisi terkini terkait wabah di tanah suci pada calon jamaah haji.

Para bupati juga menyampaikan jika situasi yang ada tidak terkendala perjalanan ibadah haji di tahun tersebut dapat dibatalkan. Bentuk komunikasi yang disampaikan merupakan komunikasi jelas dan transparan. 

Ketiga, menetapkan tempat karantina dan menggantinya jemaah sebelum masuk tanah Hijaz setelah serta setelah kembali dari ibadah haji. 

Pelajaran berikutnya adalah melakukan karantina terhadap jamaah saat tiba dan pulang dari Hijaz.  Karantina bertujuan untuk memastikan jamaah benar-benar bebas dari penularan setelah melewati masa inkubasi.

Dalam hal ini pemerintah membedakan mana mereka yang sehat dengan mereka yang sakit. Jamaah yang menunjukkan gejala penyakit menular tidak dapat melewati pagar karantina sebelum dinyatakan sembuh.

"Setiap penumpang diperiksa," katanya.

Meskipun tidak ditemukan kasus, setiap penumpang tetap diharuskan turun untuk menjalani karantina. Mereka lalu disterilkan dengan dimandikan menggunakan cairan desinfektan sebelum masuk bangsal karantina. 

"Proses karantina ini menambah hari-hari perjalanan haji di masa lalu menjadi melelahkan," katanya.

Keempat, membatasi jumlah penumpang kapal pengangkut jamaah haji. 

Pemberlakuan aturan pembatasan jumlah penumpang penumpang kapal laut mungkin terlihat sebagai tindakan keamanan agar muatan kapal tidak melebihi kapasitas.

Pembatasan di sini tujuan untuk memberikan ruang yang lebih luas kepada para jamaah yang menempuh perjalanan panjang.

Padatnya penumpang dalam satu ruang tertutup selama berhari-hari di atas kapal laut menciptakan atmosfer yang pas bagi agen penyebab wabah. Dengan kata lain, kapal laut bertindak sebagai tempat penyebaran penyakit yang sekaligus menjadi tempat inkubas.

Kelima, setiap kapal harus membawa tenaga medis yang berkualifikasi. 

Setiap kapal yang mengangkut jamaah haji harus menyediakan tenaga dokter yang berkualifikasi. Para dokter ikut serta dalam perjalanan dan melakukan pemeriksaan kesehatan pada setiap penumpang serta memberikan terapi jika ditemukan kasus. 

Enam, setiap kapal wajib memiliki disinfektan dan melakukan desinfeksi. 

Aturan lain terkait kapal pengangkut jamaah haji adalah wajib membawa disinfektan dan menggunakannya untuk membersihkan kapal selama perjalanan. Agen penyebab wabah dapat bertahan hidup selama beberapa jam di luar inangnya rumah menunggu tangan jahil yang menjemput.

Ketujuh, pemberian vaksinasi sering dengan berkembangnya teknologi, pemberian vaksin menjadi syarat yang harus dipenuhi oleh jamaah haji sebelum berangkat.

Vaksinasi adalah salah satu tindakan preventif yang cukup ampuh untuk menekan angka kesakitan dan kematian. Akan tetapi, vaksinasi bukanlah obat. Tujuan Vaksinasi adalah untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit itik beberapa jenis vaksin

seperti vaksin meningitis, yellow fever dan polio diwajibkan bagi jamaah haji maupun umroh. 

Namun, tidak ada vaksinasi yang memberikan perlindungan 100%. Kemungkinan tertular dan menularkan masih tetap ada meskipun dalam persentase yang lebih kecil dibandingkan mereka yang tidak divaksin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement