Selasa 23 Nov 2021 05:05 WIB

Tokoh Agama Jadi Benteng Kerukunan di Sulawesi Utara

Berbagai kearifan lokal menjadi pondasi kerukunan umat beragama di Sulawesi Utara

Rep: Fuji E Permana/ Red: Esthi Maharani
Toleransi (ilustrasi)
Foto:

Merawat Kerukunan

Tokoh-tokoh agama menilai, kerukunan antarumat beragama di Sulut tetap harus dirawat dan dijaga. Aktor politik diminta untuk tidak menggunakan isu-isu agama untuk kepentingan pribadi, sehingga merusak kerukunan di Sulut yang telah terjalin baik sejak dulu.

Kiai Wahab mengingatkan agar semua pihak tetap saling menghormati antarumat beragama. Semua pihak jangan melakukan hal-hal yang dapat memicu keributan dan mengganggu kerukunan. Dia juga mengajak semuanya untuk terus menjaga kerukunan dan toleransi antarumat beragama.

Pendeta Lucky mengatakan, antarumat beragama di Sulut suka saling membantu. Namun, letupan-letupan di tengah masyarakat memang ada akibat pengaruh nasional maupun internasional.

Menurutnya, di era digital ini, letupan-letupan tersebut sering kali dibesar-besarkan. Kadang-kadang dimanfaatkan oleh politisi untuk mendapatkan simpati dan suara demi kepentingannya. Dalam hal ini, peran tokoh-tokoh agama sangat penting dalam meredam dan mendamaikan suasana di tengah masyarakat.

"Kerukunan ini mahal, pemerintah pusat diminta menaruh perhatian terhadap program-program kerukunan, karena kerukunan akan menjaga NKRI dari berbagai ancaman," ujarnya.

Pendeta Lucky mengingatkan agar pemerintah cepat menangkap arti kerukunan. Supaya kehidupan di Indonesia aman dan nyaman, tidak seperti di negara lain yang hancur karena pertikaian.

"Diharapkan toleransi dapat ditingkatkan, dan kerukunan ditingkatkan, tapi toleransinya jangan dimanfaatkan," katanya.

Ia mengatakan, ada aturan yang harus dipatuhi misalnya dalam mendirikan rumah ibadah. Sebenarnya pendirian rumah ibadah di Sulut tidak ada masalah, hanya saja perlu dimulai dengan dialog-dialog, melakukan konfirmasi, memberikan informasi dan koordinasi. Semua ini sangat penting untuk dilakukan sebelum mendirikan rumah ibadah.

"Jangan tiba-tiba rumah ibadah sudah berdiri, tidak diketahui pemerintah, masyarakat dan tokoh-tokoh agama," jelasnya.

Menurutnya, rumah ibadah yang tiba-tiba berdiri tanpa koordinasi dan dialog terlebih dahulu seperti memancing masalah. Padahal sebaiknya koordinasi dengan tokoh-tokoh agama dan pemerintah terlebih dahulu, supaya aman dan nyaman.

Ia menambahkan, pemerintah juga harus pro aktif dan bersinergi dengan tokoh-tokoh agama di tingkat kecamatan dan desa. "Jangan ketika meletup masalah baru disiram, itu tidak bagus," ujar Pendeta Lucky.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement