IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Seorang kepala keluarga memiliki tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya. Ketika seorang suami diberikan kemudahan Allah Subahanahu wa Ta'ala dalam urusan perniagaannya atau pekerjaannya sehingga memperoleh kelapangan rezeki, maka hendaklah rezeki yang diperoleh tidak dimakan atau dihabiskan sendiri. Tetapi berikanlah kepada orang-orang yang menjadi tanggungan seperti istri, anak, dan orang tua.
Namun apabila Allah tengah menguji dengan kesempitan dalam menggapai rezeki, semisal usaha yang tidak begitu laris, atau gaji yang dipotong oleh perusahaan, maka bersabarlah dan bersyukur dengan menikmati rezeki tersebut dengan tetap menafkahkannya kepada keluarga.
Sejatinya kondisi tersebut adalah ujian Allah yang sudah sesuai dengan kemampuan hambanya. Maka ketika seseorang mukim menghadapi kesempitan dalam memperoleh rezeki, yakinlah bahwa Allah telah menyiapkan kemudahan dan kelapangan rezeki pada masa mendatang.
Sebagaimana firman Allah:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّـهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّـهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّـهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا ﴿٧﴾
"Hendaklah memberi nafkah orang yang mempunyai kelapangan rezeki. Dan barangsiapa yang disempitkan rezekinya, maka hendaklah memberikan nafkah dari harta yang telah diberikan Allah. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuan yang Allah berikan. Allah akan menjadikan sesudahnya kesulitan rezeki dijadikan gampang.
(Alquran surat At Thalaq ayat 7).
Dan memberi nafkah kepada keluarga itu merupakan amal yang sangat utama dan wajib bagi seorang suami. Berikut beberapa hadits yang memotivasi Muslim untuk memberi nafkah kepada keluarga.