Kamis 30 Dec 2021 11:15 WIB

Islamofobia di Eropa Memburuk pada 2020

Islamofobia di Eropa telah memburuk, dan mencapai titik kritis.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Sekelompok wanita berunjuk rasa di Prancis menuntut dihentikannya Islamofobia / Ilustrasi
Foto: Christophe Petit/EPA
Sekelompok wanita berunjuk rasa di Prancis menuntut dihentikannya Islamofobia / Ilustrasi

IHRAM.CO.ID, ISTANBUL -- Islamofobia di Eropa telah memburuk dan mencapai titik kritis. Berdasarkan laporan yang berjudul European Islamophobia Report 2020 setebal 886 halaman, Muslim Prancis dan Austria telah berada di tangan kekerasan negara yang brutal serta telah dilegitimasi atas nama undang-undang kontraterorisme.

Penutupan badan pemantau Prancis Collectif contre l'islamophobia en France atau Collective Against Islamophobia in France menjadi contoh seberapa jauh Islamofobia berkembang. Penulis laporan tersebut yaitu seorang profesor hubungan internasional di Universitas Turki-Jerman yang berbasis di Istanbul, Enes Bayrakli, mengatakan, Presiden Prancis Emmanuel Macron telah membuat kebijakan yang merugikan komunitas Muslim setempat.

Baca Juga

Bayrakli mengacu pada undang-undang anti-separatisme di Prancis. Pemerintah mengklaim undang-undang itu bertujuan untuk memperkuat sistem sekuler Prancis. Sementara para kritikus percaya bahwa, undang-undang itu membatasi kebebasan beragama dan meminggirkan Muslim.

Undang-undang tersebut telah menuai kritik karena menargetkan komunitas Muslim Prancis. Prancis memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa, yaiti mencapai 3,35 juta. Prancis telah memberlakukan pembatasan pada banyak aspek kehidupan komunitas Muslim.

Para penulis menampilkan foto Presiden Macron dalam sampul depan laporan tersebut. Mereka memilih Macron, karena secara luas dianggap mewakili pergerakan politik tengah dan arus utama.

Sementara, seorang ilmuwan politik dari Bridge Initiative Universitas Georgetown, Farid Hafez, menyoroti Islamofobia di Prancis, Jerman, dan Austria. Dia mengatakan, Jerman secara keseluruhan telah mendokumentasikan lebih dari 31 ribu kasus kejahatan kebencian, termasuk 901 kejahatan kebencian anti-Muslim. Sedangkan Prancis mencatat total 1.142 kasus kejahatan kebencian, termasuk 235 kasus terhadap Muslim.

"Jadi, daripada menyarankan bahwa kejahatan kebencian terhadap Muslim lebih banyak terjadi di Jerman daripada di Prancis, orang lebih cenderung mempertanyakan seberapa serius otoritas kepolisian Prancis mendokumentasikan kejahatan kebencian secara umum," ujar Hafez, dilansir Anadolu Agency, Kamis (30/12).

Laporan tersebut mengumpulkan data dari 37 cendekiawan, pakar, dan aktivis masyarakat sipil lokal yang berspesialisasi dalam rasisme dan hak asasi manusia. Termasuk 31 laporan negara, yang menyelidiki dinamika mendasar yang secara langsung atau tidak langsung mendukung kebangkitan rasisme anti-Muslim di Eropa pada 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement