Jumat 14 Jan 2022 05:55 WIB

Cangkok Jantung Babi untuk Manusia dari Sudut Etika dan Agama

David Bennett menjadi pria pertama di AS yang menerima transplantasi jantung babi

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
Foto dari University of Maryland School of Medicine (UMSOM) memperlihatkan ahli bedah Muhammad M Mohiuddin MD (tengah) memimpin jalannya operasi transplantasi jantung babi pada pasiennya, David Bennett.
Foto: EPA
Foto dari University of Maryland School of Medicine (UMSOM) memperlihatkan ahli bedah Muhammad M Mohiuddin MD (tengah) memimpin jalannya operasi transplantasi jantung babi pada pasiennya, David Bennett.

IHRAM.CO.ID, WASHINGTON — David Bennett (57) menjadi pria pertama di Amerika Serikat yang menerima  transplantasi jantung dari babi yang dimodifikasi secara genetik. Tentu saja percobaan baru di dunia medis ini menuai kontroversi, khususnya bagi muslim dan yahudi.

Menurut dokter, kondisi David Bennett terlalu parah untuk mendapatkan transplantasi jantung manusia, sehingga menggantinya dengan jantung babi. Tiga hari setelah operasi eksperimental yang berlangsung selama tujuh jam itu, kini kondisinya baik-baik saja.

Operasi tersebut mendapat banyak pujian dan dianggap sebagai terobosan medis yang dapat mempersingkat waktu tunggu transplantasi dan mengubah kehidupan pasien di seluruh dunia. Tetapi beberapa orang mempertanyakan apakah prosedur tersebut dapat dibenarkan secara etis terutama keselamatan terhadap pasien, hak-hak hewan, dan masalah agama.

Jadi seberapa kontroversial transplantasi dari babi ini?

Dilansir dari BBC pada Rabu (12/1) berdasarkan Implikasi medis, ini adalah operasi eksperimental dan membawa risiko yang begitu besar bagi pasien. Bahkan organ donor manusia yang cocok saja bisa ditolak oleh tubuh setelah ditransplantasikan, apalagi ini menggunakan organ hewan, tentu bahayanya bisa jauh lebih tinggi.

Dokter telah mencoba menggunakan organ hewan untuk xenotransplantasi selama beberapa dekade, dengan keberhasilan yang beragam. Misalnya pada 1984, dokter di California mencoba menyelamatkan nyawa bayi perempuan dengan memberinya jantung babon, tetapi dia meninggal 21 hari kemudian.

Meskipun memiliki risiko yang sangat tinggi, beberapa ahli etika medis mengatakan bahwa mereka harus tetap melanjutkan jika pasien mengetahui risikonya.

"Anda tidak akan pernah tahu apakah orang tersebut akan meninggal langsung setelah perawatan, tetapi Anda tidak dapat melanjutkan tanpa mengambil risiko," kata Prof Julian Savulescu, Ketua Uehiro dalam Etika Praktis di Universitas Oxford.

"Selama individu memahami berbagai risiko, saya pikir orang harus dapat menyetujui eksperimen radikal ini," tambahnya.

Menurut Prof Savulescu, di dunia medis sangat penting bagi mereka untuk diberikan semua pilihan yang tersedia untuk kesembuhan pasien. Termasuk pilihan penggunaan jantung mekanis atau transplantasi manusia.

Hal ini juga yang dilakukan oleh dokter yang menangani kasus Bennett. Ia mengatakan operasi itu dibenarkan karena dia tidak punya pilihan pengobatan lain dan pasien akan mati tanpanya.

Prof Savulescu menjelaskan, bahwa sebelum operasi apa pun, prosedur harus menjalani pengujian jaringan makhluk hidup non manusia yang sangat ketat untuk memastikannya keamanannya.

Transplantasi Bennett tidak dilakukan sebagai bagian dari uji klinis, seperti yang biasanya diperlukan untuk perawatan eksperimental. Dan obat-obatan yang diberikan kepadanya belum diuji untuk digunakan pada primata non-manusia.

Tetapi Dr Christine Lau dari Fakultas Kedokteran Universitas Maryland, yang terlibat dalam perencanaan prosedur Bennett, mengatakan tidak ada kesalahan saat mempersiapkan operasi.

"Kami telah melakukan ini selama beberapa dekade di laboratorium, pada primata, mencoba untuk mencapai titik di mana kami pikir aman untuk menawarkan ini kepada penerima manusia," katanya kepada BBC.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement