IHRAM.CO.ID, KYIV -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan kepada dunia internasional agar tidak meremehkan risiko besar perang nuklir yang mungkin terjadi. Terutama karena adanya senjata dari negara Barat di konflik Ukraina.
“Risikonya sekarang cukup besar,” kata Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov kepada televisi pemerintah Rusia menurut transkrip wawancara di situs web kementerian dilansir dari Arab News, Selasa (26/4/2022).
“Saya tidak ingin meningkatkan risiko itu secara artifisial. Banyak yang akan seperti itu. Bahayanya serius, nyata. Dan kita tidak boleh meremehkannya," tambahnya.
Lavrov telah ditanya tentang pentingnya menghindari Perang Dunia Ketiga dan apakah situasi saat ini sebanding dengan Krisis Rudal Kuba 1962, titik terendah dalam hubungan AS-Soviet.
Selama kunjungan ke Kyiv pada Ahad lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin menjanjikan lebih banyak bantuan militer untuk Ukraina. Departemen Luar Negeri AS juga menggunakan deklarasi darurat untuk menyetujui potensi penjualan amunisi senilai Rp 2,3 triliun ke Ukraina. Pentagon mengatakan paket itu dapat mencakup amunisi artileri untuk howitzer, tank, dan peluncur granat.
Duta Besar Moskow untuk Washington mengatakan kepada Amerika Serikat untuk menghentikan pengiriman, memperingatkan senjata Barat mengobarkan konflik. "NATO, pada dasarnya, terlibat dalam perang dengan Rusia melalui proxy dan mempersenjatai proxy itu. Perang berarti perang," katanya.
Invasi Rusia selama dua bulan ke Ukraina, serangan terbesar di negara Eropa sejak 1945, telah menyebabkan ribuan orang tewas atau terluka, kota-kota menjadi puing-puing, dan memaksa lebih dari 5 juta orang mengungsi ke luar negeri.
Moskow menyebut tindakannya sebagai "operasi khusus" untuk melucuti senjata Ukraina dan melindunginya dari fasis. Sementara Ukraina dan Barat mengatakan ini dalih palsu untuk perang agresi tak beralasan oleh Presiden Vladimir Putin.